Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Masa kebangkitan Mesir

Serangan Napoleon ke Mesir pada bulan Juli 1798 dapat dianggap sebagai awal Mesir Modern. Serangan itu dimaksudkan Napoleon untuk menjadikan Mesir sebagai basis dalam usahanya menghancurkan kekuasaan Inggris di India.

Dalam pertempuran di Giza pasukan Prancis berhasil menghancurkan pasukan Mameluk yang selama ini dibanggakan sebagai pasukan yang hebat. Akan tetapi, Angkatan Laut Prancis dikalahkan oleh Angkatan Laut Inggris dalam pertempuran di Abukir. Dalam sengketa antara Inggris dan Prancis ini Turki Usmani memihak Inggris. Pada tahun 1801 pasukan Prancis meninggalkan Mesir.

Untuk menghadapi pasukan Prancis, Turki Usmani mengirim Muhammad Ali. Sesudah Prancis mundur ia tetap tinggal di Mesir dan diangkat sebagai gubernur. Pada tahun 1811 dia berhasil menghancurkan perlawanan Mameluk.

Usaha Muhammad Ali membebaskan Mesir dan Turki

Sesudah diangkat menjadi gubernur Mesir, Muhammad Ali mulai mengadakan berbagai pembaharuan, antara lain di bidang pertahanan angkatan perang, pendidikan dan ekonomi non-pertanian.

Angkatan perang dimodernisasi dan diperkuat. Dengan angkatan perang yang kuat ini ia melakukan ekspansi ke luar Mesir. Pasukan Turki dihancurkan dalam pertempuran di Konya pada tahun 1832. Sultan Turki terpaksa menyerahkan Syria dan Adana kepada Muhammad Ali.

Namun, negara-negara barat ikut campur. Dalam Konferensi London pada tahun 1840 Muhammad Ali dipaksa mengembalikan Syiria kepada Turki.

Pengaruh Inggris di Mesir

Di bawah pengganti Muhammad Ali, gerakan pembaruan di Mesir mengalami stagnasi (macet, tidak bergerak/pasif). Perkembangan yang berarti hanya pembukaan Terusan Suez pada tahun 1869. Barulah di bawah pimpinan Ismail Pasha, pembaruan dimulai lagi.

Namun, Ismail banyak dililit hutang luar negeri. Hal ini menyebabkan ia terpaksa menerima kehadiran penasihat  Prancis dan Inggris di kementerian perdagangan Mesir.

Pada masa ini perasaan nasionalisme Mesir mulai bangkit. Perasaan itu terdapat di kalangan militer. Pada tahun 1881 kesatuan militer di bawah pimpinan Arabia Pusy memberontak. Mereka menuntut agar peran orang asing dalam pemerintahan dikurangi.

Inggris yang merasa kepentingannya terancam mengirimkan pasukan ke Mesir. Pemberontakan dapat mereka tumpas. Sejak itu mulailah masa pendudukan Inggris di Mesir. Pada tahun 1914, Mesir dijadikan kerajaan di bawah proktekorat Inggris.

Inggris berusaha menjadikan Mesir memegang posisi penting di bidang ekonomi di antara negara-negara di Timur Tengah. Dalam Perang Dunia I, Mesir di jadikan sebagai basis militer Inggris.

Sesudah Perang Dunia I selesai, hubungan Mesir dan Inggris memburuk. Perasaan nasionalisme di Mesir mulai meningkat. Selama tahun 1918 sampai 1919 terjadi kerusuhan-kerusuhan di Mesir. Kaum nasionalis Mesir dipimpin oleh Saad Zaglul Pasha.

Pada bulan November 1918, kaum nasionalis menyampaikan tuntutan agar Mesir diberi kemerdekaan penuh. Tuntutan itu tidak diindahkan oleh Inggris. Kekuatan Nasionalis bertambah dengan terbentuknya Partai Wafd pada awal tahun 1919. Partai ini dipimpin oleh Zaglul Pasha.

Pemerintahan Inggris berusaha menekan partai ini. Pada bulan Maret 1919 Zaglul dan beberapa orang pimpinan Wafd di buang ke Malta. Rakyat melancarkan berbagai aksi yang melumpuhkan roda pemerintahan. Oleh karena itu, mereka membebaskan Zaglul.

Serangkaian perundingan diadakan antara dan kaum nasionalis. Inggris bersedia menghapus protektorat dengan imbalan pertahanan Mesir dan Terusan Suez berada di bawah pengawasan mereka. Begitu pula hubungan luar negeri Mesir ditentukan oleh Inggris. Perundingan itu gagal, Zaglul dan beberapa temannya kembali diasingkan ke luar negeri.

Kemerdekaan Mesir

Pada tanggal 28 Februari 1922 Inggris memproklamasikan kemerdekaan Mesir. Kan tetapi, Inggris melepaskan kekuasaannya sama sekali. Pemerintah Mesir harus menjamin kepentingan Inggris di Mesir dan Inggris berhak mempertahankan Mesir dari serangan luar.

Pengumuman itu disetujui oleh Sultan Fuad, tetapi ditolak oleh golongan nasionalis. Barulah pada tahun 1936 tercapai perjanjian bilateral antara Inggris dan Mesir.

Sesudah Perang Dunia II, perasaan anti-Inggris berkobar kembali, sebab Inggris menguasai Terusan Suez dan Sudan. Raja Faruk dianggap terlalu memihak Inggris. Pada bulan juli 1952, golongan Militer muda yang dipimpin oleh Naguib mengambil alih kekuasaan dan mendirikan pemerintahan republik.

Selanjutnya dapat dilihat Tentang negara Mesir setelah menjadi negara merdeka.