Sejarah Kota Bukit Tinggi, Sumbar
Kota Bukittinggi, Sumatra Barat adalah kota sejarah, kota tempat lahirnya tiga pahlawan besar Indonesia, dan juga kota dengan eksotisme wisata yang menawan. Bukittingggi memiliki semua kriteria untuk menjadi target wisata bagi para pengunjung.
Yang perlu diketahui
Bukittinggi adalah salah satu kota yang diakui memiliki peran dan pengaruh dalam perjalanan sejarah Indonesia. Penulisan sejarah kota ini telah diusahakan oleh berbagai peneliti yang membahas aktifitas sosial ekonomi, politik.
Sebagai bagian daerah darek di Sumatera Barat, kota ini mulai memiliki nilai lebih dan diutamakan sejak Belanda mulai aktif menekan pihak Paderi dimasa berkecamuknya Perang Paderi 1821-1837. Dan pada tahun 1888, Belanda mengusahakan perluasan kota ini, yang mencapai 75% dari daerah Kanagarian Kurai Limo Jorong.
Sebagai bagian daerah darek di Sumatera Barat, kota ini mulai memiliki nilai lebih dan diutamakan sejak Belanda mulai aktif menekan pihak Paderi dimasa berkecamuknya Perang Paderi 1821-1837. Dan pada tahun 1888, Belanda mengusahakan perluasan kota ini, yang mencapai 75% dari daerah Kanagarian Kurai Limo Jorong.
Bukittinggi dalam kehidupan ketatanegaraan semenjak zaman penjajahan Belanda, zaman penjajahan Jepang serta zaman kemerdekaan dengan berbagai variasinya tetap merupakan pusat Pemerintahan Sumatera bahagian Tengah maupun Sumatera secara keseluruhan, bahkan Bukittinggi pernah berperan sebagai Pusat Pemerintahan Republik Indonesia setela Yogyajarta diduduki Belanda dari bulan Desember 1948 sampai dengan bulan Juni 1949.
Semasa pemerintahan Belanda dahulu, Bukittinggi oleh Belanda selalu ditingkatkan perannya dalam ketatanegaraan, dari apa yang dinamakanGemetelyk Resort berdasarkan Stbl tahun 1828. Belanda telah mendirikan kubu pertahanannya tahun 1825, yang sampai sekarang kubu pertahanan tersebut masih dikenal dengan Benteng " Fort De Kock ". Kota ini telah digunakan juga oleh Belanda sebagai tempat peristirahatan opsir-opsir yang berada di wilayah jajahannya di timur ini.
Oleh pemerintah Jepang, Bukittinggi dijadikan sebagai pusat pengendalian Pemerintah militernya untuk kawasan Sumatera, bahkan sampai ke Singapura dan Thailand karena disini berkedudukan komandan Milioter ke 25.
Pada masa ini Bukittinggi berganti nama dari Taddsgemente Fort de Kock menjadi Bukittinggi Si Yaku Sho yang daerahnya diperluas dengan memasukkan nagari-nagari Sianok, Gadut, Kapau, Ampang Gadang, Batu taba dan Bukit Batabuah yang sekarang kesemuanya itu kini berada dalam daerah Kabupaten Agam, di Kota ini pulalah Pemerintah bala tentara Jepang mendirikan pemancar Radio terbesar untuk pulau Sumatera dalam rangka mengibarkan semangat rakyat untuk menunjang kepentingan peramg Asia Timur Raya versi Jepang.
Pada masa ini Bukittinggi berganti nama dari Taddsgemente Fort de Kock menjadi Bukittinggi Si Yaku Sho yang daerahnya diperluas dengan memasukkan nagari-nagari Sianok, Gadut, Kapau, Ampang Gadang, Batu taba dan Bukit Batabuah yang sekarang kesemuanya itu kini berada dalam daerah Kabupaten Agam, di Kota ini pulalah Pemerintah bala tentara Jepang mendirikan pemancar Radio terbesar untuk pulau Sumatera dalam rangka mengibarkan semangat rakyat untuk menunjang kepentingan peramg Asia Timur Raya versi Jepang.
Pada zaman perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia Bukitinggi berperan sebagai kota perjuangan. Dari bulan Desember 1948 sampai dengan bulan Juni 1949 ditunjuk sebagai Ibu Kota Pemerintahan darurat Republik Indonesia ( PDRI ), setelah Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda.
Selanjutnya Bukittinggi pernah menjadi Ibukota Propinsi Sumatera dengan Gubernurnya Mr. Tengku Muhammad Hasan. Kemudian dalam peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang No. 4 tahun 1959 Bukittinggi ditetapkan sebagai Ibu Kota Sumatera Tengah yang meliputi keresidenan-keresidenan Sumatera Barat, Jambi dan Riau yang sekarang masing-masing Keresidenan itu telah menjadi Propinsi-propinsi sendiri.
Setelah keresidenan Sumatera Barat dikembangkan menjadi Propinsi Sumatera Barat, maka Bukittinggi ditunjuk sebagai Ibu Kota Propinsinya,. semenjak tahun 1958 secara defacto Ibukota Propinsi telah pindah ke Padangnamun secara deyuire barulah tahun 1978 Bukittinggi tidak lagi menjadi Ibukota Propinsi Sumatera Barat, dengan keluarnya Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1979 yang memindahkan Ibukota Propinsi Sumatera Barat ke Padang.
Sekarang ini Bukittinggi berstatus sebagai kota madya Daerah Tingkat II sesuai dengan undang-undang No. 5 tahun 1974 tentang Pokok Pemerintah di Daerah yang telah disempurnakan dengan UU NO. 22/99menjadi Kota Bukittinggi.
Sejarah Perkembangan
Secara ringkas perkembangan Kota Bukittinggi dapat dilihat sebagai berikut :
A. Pada Masa Penjajahan Belanda
Semula sebagaiGeemente Fort De Kock dan kemudian menjadi Staadgemente Fort De Kock, sebagaimana diatur dalam Staadblad No. 358 tahun 1938 yang luas wilayahnya sama dengan wilayah Kota Bukittinggi sekarang.
B. Pada Masa Penjajahan Jepang
Pada masa ini Bukittinggi bernama Shi Yaku Sho yang wilayahnya lebih luas dari Kota Bukittingggi sekarang ditambah dengan nagari-nagari Sianok, Gadit, Ampang Gadang, BAtu taba dan Bukit Batabuah.
C. Pada Masa Kemerdekaan Sampai Sekarang
- Pada masa permulaan proklamasi, luas wilayah Bukittinggi sama seperti sekarang ini dengan Walikotanya yang pertama yaitu Bermawi Sutan Rajo Ameh.
- Kota Bukittinggi dengan ketetapan Gubernur Propinsi Sumatera No. 391 tanggal 9 Juni 1947 tentang pembentukan Kota Bukittinggi sebagai Kota yang berhak mengatur dirinya sendiri.
- Kota Besar Bukittinggi sebagaimana yang diatur Undang-undang No. 9 tahun 1956 tentang Pembentukan Otonom Kota Besar Bukittinggi dalam lingkungan Propinsi Sumatera Tengah jo Undang-undang Pokok tentang Pemerintah Daerah No. 22 tahun 1960.
- Kotapraja Bukittinggi, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Pemerintah Daerah No. 1 tahun 1957 jo. Pen. Prs. No. 6 tahun 1959 jo. Pen. prs. No. 5 tahun 1960.
- Kotamadya Bukittinggi sebagai mana diatur dalam Undang-undang No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintah Daerah.
Pimpinan Pemerintah Daerah, baik sebagai pejabat senentara ( Pjs ) atau sebagai pejabat (Pj), maupun sebagai Walikota Pilihan (KDH) dapat diterangkan sebagai berikut :
1. Bermawi Sutan RAjo Ameh
2. Iskandar Teja KUsuma
3. Jamin Dt. BAgindo
4. Aziz Karim
5. Enin Karim
6. Saadudin Jambek
7. Nauman Jamil Dt. Mangkuto Ameh
8. MB. Dt. Majo Basa Nan Kuning
9. Syahbuddin LAtif Dt. Sibungsu
10. Dr. S. Rivai
11. Bahar Kamil Marah Sutan
12. Anwar Maksum Marah Sutan
13. M. Asril, SH
14. A. Kamal, SH
15. Drs. Masri
16. Drs. Oemar Gaffar
17. Drs. B. Barhanudin
18. Drs. Hasan Basri ( PLT. Walikota )
19. Armedi Agus
20. Drs. Rusdi Lubis ( PLT Walikota )
21. Drs. H. Djufri
22. Drs. H. Oktisir Sjovijerli Osir ( PLT. Walikota )
23. Drs. H. Djufri ( Sampai sekarang )
Dengan bermacam ragamnya status maupun fungsi yang diemban Bukittinggi seperti yang diuraikan diatas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa Bukittinggi memang cukup strategis letaknya dan ditunjang pula oleh hawanya yang sejuk, karenaterletak di jajaran Bukit Barisan.
Dilihat dari segi sosial kemasyarakatan, Bukitinggi tidak kurang pula perannya, baik dalam ukuran regional, Nasional maupun Internasional. Di kota ini sering diadakan rapat-rapat kerja Pemerintah, Pertemuan-pertemuan ilmiah, kongres-kongres oleh organisasi kemasyarakatan dan lain sebagainya.
Baca juga: Peta Sumatra Barat