Prasasti Mataram Hindu
Prasasti pada zaman Mataram Hindu tercatat sebagai berikut :
Setelah pemerintahan Rakai Pikatan, Mataram menunjukkan kemunduran. Pengganti Rakai Pikatan, Rakai Kayuwangi (856 - 886) berhasil mengatasi pemberontakan Rakai Walaing Pu Kumbayoni. Pengganti Rakai Kayuwangi adalah Rakai Watuhumalang yang memerintah dari tahun 886 – 898 Masehi. Kemudian menyusul pemerintahan Raja Balitung (898 – 910.
Prasasti Canggal, 732 M
Prasasti ini ditemukan di lereng Gunung Wukir dekat Muntilan, ditulis dengan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta). Isinya: pada mulanya Jawa (Yawadwipa) diperintah oleh Raja Sanna yang memrintah dengan bijaksana. Setelah ia wafat negaranya menjadi pecah dan kebingungan.
Kemudian Sanjaya naik tahta sebagai penggantinya. Sanjaya adalah putra Sannaha (saudara perempuan Sanna) yang sangat ahli dalam peperangan. Sanna dan Sanjaya disebutkan juga dalam Carita Parahyangan sebuah kitab yang mengisahkan tentang kerajaan Pasundan.
Dalam kitab tersebut dikisahkan bahwa Sanna dikalahkan oleh Purbasora dari Galuh dan menyingkir ke Merapi.
Tetapi penggantinya, Sanjaya berhasil menaklukkan Jawa Barat, Jawa Timur dan Bali. Mendirikan sebuah lingga yang disebut dalam Prasasti Canggal, lambang mendirikan kerajaan. Sehingga Sanjaya diangap sebagai pendiri kerajaan Mataram Hindu.
Kemudian Sanjaya naik tahta sebagai penggantinya. Sanjaya adalah putra Sannaha (saudara perempuan Sanna) yang sangat ahli dalam peperangan. Sanna dan Sanjaya disebutkan juga dalam Carita Parahyangan sebuah kitab yang mengisahkan tentang kerajaan Pasundan.
Dalam kitab tersebut dikisahkan bahwa Sanna dikalahkan oleh Purbasora dari Galuh dan menyingkir ke Merapi.
Prasasti Canggal di Gunung Wukir |
Tetapi penggantinya, Sanjaya berhasil menaklukkan Jawa Barat, Jawa Timur dan Bali. Mendirikan sebuah lingga yang disebut dalam Prasasti Canggal, lambang mendirikan kerajaan. Sehingga Sanjaya diangap sebagai pendiri kerajaan Mataram Hindu.
Prasasti Mantyasih (Kedu)
Dikeluarkan oleh Raja Balitung pada, 907 memuat daftar raja-raja keturunan Sanjaya :
- Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya
- Sri Maharaja Rakai Panangkaran
- Sri Maharaja Rakai Panunggalan
- Sri Maharaja Rakai Warak
- Sri Maharaja Rakai Garung
- Sri Maharaja Rakai Pikatan
- Sri Maharaja Rakai Kayuwangi
- Sri Maharaja Rakai Watuhumalang
- Sri Maharaja Watukura Dyah Balitung
Prasasti Kalasan, 778 M
Ditulis dengan huruf pra-nagari dalam bahasa Sansekerta. Isi : “para guru telah berhasil membujuk Tejahpurana Panangkarana untuk mendirikan bangunan suci untuk Dewi Tara dan sebuah biara untuk para pendeta.” Bangunan tersebut adalah Candi Kalasan di sebelah timur Yogyakarta.
Nama Tejahpurana Panangkarana adalah nama Rakai Penangkaran, pengganti Sanjaya seperti disebutkan dalam Prasasti Mantyasih. Berdasarkan prasasti ini dapat diketahui bahwa Rakai Penangkaran tidak beragama Hindu seperti halnya Sanjaya, namun beragama Buddha Mahayana.
Nama Tejahpurana Panangkarana adalah nama Rakai Penangkaran, pengganti Sanjaya seperti disebutkan dalam Prasasti Mantyasih. Berdasarkan prasasti ini dapat diketahui bahwa Rakai Penangkaran tidak beragama Hindu seperti halnya Sanjaya, namun beragama Buddha Mahayana.
Masa transisi Hindu ke Budha
Perpindahan agama ini dijelaskan dalam Prasasti Sojomerto yang berbahasa Melayu Kuno dan Prasasti Sankhara yang berbahasa Sansekerta serta kitab Carita parahya. Prasasti Sojomerto menyebutkan nama leluhur raja-raja Mataram bernama Dapunta Selendra. Prasasti Sankhara menerangkan bahwa ayah raja Sankhara jatuh sakit dan selama delapan hari ia menderita karena panas yang membakar. Akhirnya ia meninggal dunia.
Oleh karena itu ia merasa takut kepada sang guru yang dianggap tidak benar. Ia lalu meninggalkan agama Siwa dan kemudian menjadi penganut agama Buddha. Kitab Carita Parahyangan menceritakan bahwa Rahyang Sanjaya telah menganjurkan kepada puteranya, Rahyangta Panaraban (Rakai Panangkaran) untuk meninggalkan agama Siwa, karena ia ditakuti oleh semua orang.
Kesimpulan : di dalam kerajaan Mataram, walaupun raja-rajanya menganut agama yang berbeda namun mereka berasal dari satu keturunan (dinasti).
Prasasti Kelurak, dan Prasasti Karang Tengah
Ditemukan di desa Kelurak dekat Prambanan dengan tulisan Pranagari dan bahasa Sansekerta. Prasasti ini menyebutkan bahwa Raja Dharanindra membangun arca Majusri (= candi sewu), di sebelah utara Candi Prambanan. Candi Sewu adalah candi Budha.Pengganti raja Dharanindra, adalah Samaratungga. Menurut Prasasti Karang Tengah, Samaratungga bersama putrinya Pramodawardhani, mendirikan bangunan suci Wenuwena (= Candi Ngawen) di sebelah barat Muntilan.
Candi Borobudur
Samaratungga digantikan oleh putrinya bernama Pramodawardhani. Dalam Prasasti Sri Kahulunan (= gelar Pramodawardhani) berangka tahun 842 M di daerah Kedu, menyebutkan bahwa: Sri Kahulunan meresmikan pemberian tanah untuk pemeliharaan candi Borobudur (kamulan di bhummi sambara bhudara) yang sudah dibangun sejak masa pemerintahan Samaratungga.Candi Prambanan
Pramodhawardhani menikah dengan Rakai Pikatan yang beragama Hindu. Adik Pramodhawardhani, Balaputradewa menentang pernikahan itu. Pada tahun 856 Balaputradewa berusaha merebut kekuasaan dari Rakai Pikatan, namun usahanya itu gagal. Balaputradewa kemudian melarikan diri ke Sriwijaya dan berhasil naik tahta sebagai raja Sriwijaya. Menurut Prasasti Pikatan, 856 M disebutkan bahwa Rakai Pikatan memerintahkan pembangunan Candi Prambanan.
Setelah pemerintahan Rakai Pikatan, Mataram menunjukkan kemunduran. Pengganti Rakai Pikatan, Rakai Kayuwangi (856 - 886) berhasil mengatasi pemberontakan Rakai Walaing Pu Kumbayoni. Pengganti Rakai Kayuwangi adalah Rakai Watuhumalang yang memerintah dari tahun 886 – 898 Masehi. Kemudian menyusul pemerintahan Raja Balitung (898 – 910.
Sejak pemerintahan Raja Balitung banyak mengalihkan perhatian ke wilayah Jawa Timur. Prasasti-prasasti Raja Balitung dari tahun 898 sampai 907 Masehi banyak ditemukan di Jawa Timur. Bahkan salah satunya menyebutkan tentang penyerangan ke Bantan (Bali).
Raja-raja setelah Balitung
Raja-raja setelah Balitung adalah:
- Daksa (910 – 919). Ia telah menjadi rakryan mahamantri I hino (jabatan terttinggi sesudah raja) pada masa pemerintahan Balitung.
- Rakai Layang Dyah Tulodong (919 – 924)
- Wawa yang bergelar Sri Wijayalokanamottungga (924 – 929).