Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Monopoli perdagangan VOC di Indonesia

Dengan berbagai cara VOC berusaha menguasai kerajaan-kerajaan di Indonesia serta pelabuhan-pelabuhan penting. Kecuali itu, juga berusaha memaksakan monopoli perdagangan rempah-rempah. Bagaimana VOC menjalankan usahanya tersebut?

VOC Berusaha Menguasai Pelabuhan Penting

Pertama-tama berusaha menguasai salah satu pelabuhan penting, yang akan dijadikan pusat VOC. Untuk keperluan tersebut ia mengincar kota Jayakarta. Ketika itu Jayakarta di bawah kekuasaan Kerajaan Islam Banten. Sultan Banten mengangkat Pangeran Wijayakrama sebagai adipati di Jayakarta.

Gambar ilustrasi Monopoli perdagangan VOC di Indonesia

Mula-mula VOC mendapat izin dari Pangeran Wijayakrama untuk mendirikan kantor dagang di Jayakarta. Tetapi ketika gubernur jenderal dijabat oleh J.P. Coen, Pangeran Wijayakrama diserangnya. Kota Jayakarta direbut dan dibakar. Kemudian di atas reruntuhan kota Jayakarta, J.P. Coen membangun sebuah kota baru.

Kota baru itu diberinya nama Batavia. Peristiwa tersebut pada tahun 1619. Kota Batavia itulah yang kemudian menjadi pusat VOC.

Politik Devide et Impera

Setelah memiliki sebuah kota sebagai pusatnya, maka kedudukan VOC makin kuat. Usaha untuk menguasai kerajaan-kerajaan dan pelabuhan-pelabuhan penting ditingkatkan. Cara melakukannya dengan politik devide et impera atau politik mengadu domba.

Mengadu dombakan sesama bangsa Indonesia atau antara satu kerajaan dengan kerajaan lain. Tujuannya agar kerajaan-kerajaan di Indonesia menjadi lemah, sehingga mudah dikuasainya. VOC juga sering ikut campur tangan dalam urusan pemerintahan kerajaan-kerajaan di Indonesia.

Peraturan Dagang VOC

Untuk menguasai perdagangan rempah-rempah, ia memaksakan monopoli, terutama di Maluku. Dalam usahanya melaksanakan monopoli, VOC menetapkan beberapa peraturan, yaitu sebagai berikut :
  1. Rakyat Maluku dilarang menjual rempah-rempah selain kepada VOC.
  2. Jumlah tanaman rempah-rempah ditentukan oleh VOC.
  3. Tempat menanam rempah-rempah juga ditentukan oleh VOC.

Agar pelaksanaan monopoli tersebut benar-benar ditaati oleh rakyat, VOC mengadakan Pelayaran Hongi. Pelayaran Hongi ialah patroli dengan perahu kora-kora, yang dilengkapi dengan senjata, untuk mengawasi pelaksanaan monopoli di Maluku. Bila terjadi pelanggaran terhadap peraturan tersebut di atas, maka pelanggarnya dijatuhi hukuman.

Hukuman terhadap para pelanggar peraturan monopoli disebut ekstirpasi. Hukuman itu berupa pembinasaan tanaman rempah-rempah milik petani yang melanggar monopoli, dan pemiliknya disiksa atau bisa-bisa dibunuh.

Bukan main kejamnya tindakan VOC waktu itu. Akibatnya penderitaan rakyat memuncak. Puluhan ribu batang tanaman pala dan cengkih dibinasakan. Ribuan rakyat disiksa, dibunuh atau dijadikan budak. Ribuan pula rakyat yang melarikan diri meninggalkan kampung halamannya, karena ngeri melihat kekejaman Belanda.
Tidak sedikit yang meninggal di hutan atau gunung karena kelaparan. Tanah milik rakyat yang ditinggalkan, oleh VOC dibagi-bagikan kepada pegawainya. Karena kekejaman tersebut maka timbullah perlawanan di berbagai daerah.