Janji Perdana Menteri Koiso
Kemerdekaan merupakan dambaan hidup bagi setiap bangsa, karena dalam kehidupan yang bebas dan merdeka itulah setiap bangsa dapat menunjukkan kemampuannya untuk membangun diri, bangsa dan negaranya menuju kehidupan yang lebih cerah dan sejahtera. Peristiwa yang dinanti-nantikan rakyat Indonesia akhirnya terjadi juga.
Atas nama bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Proklamasi 17 Agustus 1945 tersebut merupakan alat hukum internasional untuk memberitahukan kepada dunia luar bahwa sejak saat itu bangsa Indonesia telah menjadi bangsa merdeka yang sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Jepang Terdesak
Kedudukan Jepang semakin terdesak dalam Perang Pasifik sejak tahun 1944. Pada tahun 1944 garis pertahanan Jepang dapat ditembus oleh pasukan Sekutu. Beberapa wilayah pendudukan Jepang di Indonesia mengalami kerusakan akibat serangan dan pemboman yang dilakukan oleh pasukan Sekutu.
Oleh karena itu, Jepang menerapkan beberapa kebijakan baru yang lebih lunak di daerah-daerah yang didudukinya. Kebijakan-kebijakan baru tersebut memberi peluang bagi usaha-usaha mempersiapkan kemerdekaan di daerah yang didudukinya.
Pada tanggal 5 September 1943, Saiko Shikikan Kumaikici Haiada mengeluarkan Osamu Seirei No. 36 dan 37 tentang Pembentukan Chuo Sangi In (Dewan Penasihat Pusat) dan Shu Sangi Kai (Dewan Penasihat Daerah)
Keanggotaan Chuo Sangi In
Chuo Sangi In bertugas memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan saiko shikikan (panglima tentara) dalam hal politik dan pemerintahan. Keanggotaan Chuo Sangi In terdiri dari hal-hel berikut :
- Yang diangkat oleh saiko shikikan berjumlah 23 orang.
- Yang dipilih dari antara dan oleh anggota Shu Sangi Kai dan Tokubetsu Shu Sangi Kai (Dewan Pertimbangan Kotapraja). Dari masing-masing shu dan tokubetsu masing-masing seorang, sehingga semua berjumlah 18 orang.
- Yang diusulkan oleh kooti/koci berjumlah 2 orang (Surakarta 1 orang dan Jogjakarta 1 orang).
Pada tanggal 15 November 1943, delegasi Chuo Sangi In yang diwakili oleh Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan Bagus Hadikusumo diundang ke Jepang. Pada saat bertemu dengan Perdana Mentei Tojo, delegasi Chuo Sangi In minta agar Indonesia diizinkan mengibarkan bendera Sang Saka Merah Putih, diizinkan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, serta mendesak agar Indonesia disatukan dalam satu pemerintahan.
Namun permintaan tersebut ditolak Perdana Menteri Tojo menyatakan belum dapat memberikan jaminan kepada Ir. Soekarno kecuali Jepang sudah memenangkan perang.
Pada tanggal 17 Juli 1944, Jenderal Hideki Tojo meletakkan jabatan sebagai perdana menteri dan digantikan oleh Jenderal Kuniaki Koiso. Jenderal Koiso mempunyai tugas berat dalam memulihkan kewibawaan Jepang di mata bangsa Asia. Salah satunya dengan menjanjikan kemerdekaan kepada sejumlah negara termasuk Indonesia.
Janji Koiso
Perdana Menteri Koiso pada tanggal 7 September 1944 mengeluarkan pernyataan bahwa "Indonesia akan diberi kemerdekaan di kemudian hari". Pernyataan Koiso tersebut kemudian terkenal dengan sebutan "Janji Koiso".
Janji Koiso tersebut dikemukakan di depan sidang Teikoku Ginkai (Parlemen Jepang). Adapun tujuan dikeluarkan Janji Kosio tersebut agar rakyat Indonesia tidak mengadakan perlawanan terhadap Jepang. Bukti kesungguhan Janji Koiso tersebut adalah dengan diperbolehkan mengibarkan bendera Merah Putih di kantor-kantor pemerintah, tetapi bendera Merah Putih harus berdampingan dengan bendera Jepang (Hinomaru).
Pada tanggal 10 September 1944 pemerintah Pendudukan Jepang di Indonesia menambah anggota Chuo Sangi In dari 23 orang yang diangkat oleh saiko shikikan ditambah 5 orang lagi, sehingga menjadi 28 orang anggota.
Lima orang tambahan tersebut adalah : R. Abikusno Cokrosuyoso, R. Margono Joyoadikusumo, Mr. R.W. Sumanang, M.R. Sujono, dan R. Gatot Mangkuprojo. Pada tanggal 17 November 1944 anggota Chuo Sangi In ditambah lagi 12 orang.
Selanjutnya :
Janji Koiso tersebut dikemukakan di depan sidang Teikoku Ginkai (Parlemen Jepang). Adapun tujuan dikeluarkan Janji Kosio tersebut agar rakyat Indonesia tidak mengadakan perlawanan terhadap Jepang. Bukti kesungguhan Janji Koiso tersebut adalah dengan diperbolehkan mengibarkan bendera Merah Putih di kantor-kantor pemerintah, tetapi bendera Merah Putih harus berdampingan dengan bendera Jepang (Hinomaru).
Pada tanggal 10 September 1944 pemerintah Pendudukan Jepang di Indonesia menambah anggota Chuo Sangi In dari 23 orang yang diangkat oleh saiko shikikan ditambah 5 orang lagi, sehingga menjadi 28 orang anggota.
Lima orang tambahan tersebut adalah : R. Abikusno Cokrosuyoso, R. Margono Joyoadikusumo, Mr. R.W. Sumanang, M.R. Sujono, dan R. Gatot Mangkuprojo. Pada tanggal 17 November 1944 anggota Chuo Sangi In ditambah lagi 12 orang.
Selanjutnya :