7 tahun Perang Batak dan Belanda
Pusat Kerajaan Batak terletak di Bakkara (sebelah barat daya Danau Toba) dengan raja terakhir Kerajaan Batak adalah Sisingamangaraja XII. Berikut alasan terjadinya perlawanan masyarakat Batak terhadap Belanda.
Sisingamangaraja XII Menentang Belanda
Raja Sisingamangaraja XII tidak bersedia wilayah kerajaannya semakin diperkecil oleh Belanda. Sisingamangaraja XII tidak dapat menerima Kota Natal, Mandailing, Angkola dan Sipirok di Tapanuli Selatan dikuasai Belanda.
Gambar Sisingamangaraja XII |
Belanda ingin mewujudkan Pax Netherlandica. Untuk mewujudkan Pax Netherlandica Belanda menguasai daerah Tapanuli Utara sebagai lanjutan atas pendudukannya di Tapanuli Selatan dan Sumatra Timur. Belanda menempatkan pasukannya di Taruntung dengan alasan untuk melindungi para penyebar agama Kristen yang tergabung dalam Rhijensnhejending. Tokoh penyebarnya bernama Nomensen berkebangsaan Jerman.
Bagaimana Kristen masuk ke Indonesia? Baca Proses masuknya Kristen ke Indonesia
Sisingamangaraja XII Menyerang Belanda
Untuk menghadapi Belanda tersebut, Sisingamangaraja XII pada tahun 1878 menyerang kedudukan Belanda di daerah Tapanuli Utara. Peperangan berlangsung kira-kira selama tujuh tahun. Belanda mengerahkan pasukan untuk menguasai Bakkara sebagai pusat kekuasaan Sisingamangaraja XII.
Kemudian terjadi pertempuran sengit di daerah Pakpak Dairi, sebelah barat Toba. Pasukan Van Daalen yang beroperasi di Aceh melanjutkan gerakannya ke Tapanuli Utara pada tahun 1904, sedangkan di Medan didatangkan pasukan lain melalui Kabanjahe dan Sidikalang.
Akhir Perang Batak
Akhir dari Perang Batak, pasukan MArsose di bawah pimpinan Kapten Christoffle berhasil menangkap keluarga Sisingamangaraja XII. Sedangkan Sisingamangaraja XII beserta pengikutnya melarikan diri ke hutan Simsim. Dalam pertempuran tanggal 17 Juni 1907 Sisingamangaraja XII gugur bersama seorang putrinya yang bernama Lapian dan dua orang putranya yang bernama Patuan Nagari dan Patuan Anggi serta sejumlah pengikutnya.
Jenazah Sisingamangaraja XII dibawa ke Taruntung dan dimakamkan di depan tangsi militer Belanda, kemudian pada tahun 1953 makam tersebut dipindahkan ke Soposurung di Balige.