Kisah Suu Kyi penerima Nobel Perdamaian
Biografi. Suu Kyi adalah ikon demokrasi bagi Myanmar. Ia berhasil meraup dukungan politik dari rakyat. Perjuangannya meletakkan dasar-dasar demokrasi di Myanmar telah menginspirasi banyak kalangan. Perjuangan politiknya tentang pembungkaman demokrasi memberikan dua hal penting, salah satunya adalah perjalanan Myanmar hingga tahun 1990 bagaikan bom waktu yang dipicu oleh kekecewaan masyarakat akan hasil pemilu yang dibatalkan secara sepihak oleh junta militer.
Pamor Suu Kyi yang terus menanjak membuat junta militer semakin ketakutan. Mereka menempel ketat perjuangan Suu Kyi hingga akhirnya Suu Kyi ditangkap. Pengunduran diri sang pemimpin diktator dan perubahan kepemimpinan ternyata tidak mengubah sistem pemerintahan Myanmar.
Suu Kyi |
Ketika penguasa militer berganti dari Jenderal Ne Wen, Shaw Maung, hingga Than Shwe, pola kediktatoran tetap berlangsung di Myanmar. Jendseral Shaw sedikit memberikan angin segar untuk pertumbuhan politik Myanmar saat itu. Namun, gerakan partai tetap berada di bawah kendali junta militer. Gerakan partai tetap diawasi secara ketat.
Salah satu gerakan yang paling dianggap berbahaya adalah LND, yang dipimpin oleh Suu Kyi . Kawalan ketat terhadap perjuangan Suu Kyi membuatnya mengalami kesulitan dalam berjuang. Hingga akhirnya ia harus keluar masuk penjara. Tak pelak, kehidupan keluar masuk penjara membuat Suu Kyi semakin kesulitan berjuang untuk rakyat Myanmar.
Dalam perjuangannya yang tidak mengenal kata lelah itulah Suu Kyi mendapatkan banyak penghargaan internasional, seperti :
1. Penghargaan HAM Rafto.
2. Penghargaan HAM Sakharov dar parlemen Eropa.
3. Penghargaan Nobel Perdamaian tahun 1991.
Ketika mendapatkan penghargaan Nobel Perdamaian, Suu Kyi masih menjalani status sebagai tahanan. Junta militer tidak memperbolehkan keluarganya menjenguk dirinya. Sehingga ia pun tidak diperkenankan meninggalkan Myanmar untuk menerima penghargaan tersebut. Kedua putranyalah Kim dan Alexander yang menghadiri penganugerahan Nobel Perdamaian tersebut.
Setelah memperoleh Nobel, pada tahun 1992 Suu Kyi mengumumkan bahwa hadiahnya yang berupa uang sebesar US$ 1.3 juta akan digunakan untuk membangun fasilitas kesehatan dan pendidikan bagi rakyat Myanmar.
Pada tahun 1993, pemerintah militer mengeluarkan larangan yang cukup ekstrim, di mana sekelompok penerima Nobel tidak diizinkan memasuki Myanmar. Atas larangan tersebut sekelompok penerima Nobel kemudian mendatangi para pengungsi Myanmar di perbatasan Thailand dan menyerukan pembebasan Suu Kyi. Seruan mereka lalu dikumandangkan kembali di Komisi HAM PBB di Jenewa, Swiss.
Dalam sebuah surat yang ia selundupkan, Suu Kyi menjelaskan pertahanannya dengan teguh, bahkan nyaris gembira terhadap rezim yang menakut-nakutinya. Berikut petikan isi surat Suu Kyi tersebut :
"Bukanlah kekuasaan yang menggerogoti, melainkan rasa takut. Takut kehilangan kekuasaan menggerogoti mereka yang mempertahankannya, dan takut pada momok kekuasaan menggerogoti mereka yang tunduk kepadanya".
Dalam kondisi pengawasan ketat, Suu Kyi tidak pernah goyah oleh ancaman rezim. Ia tetap berada di rumah kecilnya di dekat danau. Ia dengan tegas memprotes perlakuan atas dirinya dan rekan-rekannya, hingga melakukan aksi mogok makan sampai junta militer menjanjikan akomodasi.
Akhirnya, pada Pebruari 1994 ia diperbolehkan bertemu perwakilan PBB, anggota Kongres Amerika Serikat, dan wartawan dari New York Times. Ia juga pernah bertemu dengan pemimpin rezim senior Khin Nyunt yang cukup moderat.
Demikianlah, status Suu Kyi tahanan rumah tidak pernah membuat dirinya menyerah begitu saja. Suu Kyi terus berjuang demi pemerintahan demokratis di Myanmar, pemerintahan yang didambakan oleh rakyat Myanmar.
Hingga pada tanggal 10 Juli 1995, akhirnya Suu Kyi dibebaskan setelah 6 tahun penahanan. Namun, pemerintah junta militer Myanmar yang senantiasa gentar oleh keberanian dan konsistensi Suu Kyi kembali menahannya pada tahun 2000-2002 tanpa alasan yang jelas.
Suu Kyi kembali ditahan di balik jeruji besi pada bulan Mei 2003 dengan alasan keamanan dirinya, setelah peristiwa berdarah yang menewaskan lebih dari 100 orang pendukungnya karena diserang oleh kroni-kroni rezim militer dan narapidana yang sengaja dilepaskan untuk mengacaukan pertemuan Suu Kyi dengan para pendukungnya.
Ia kemudian dipindahkan dari penjara kembali ke tahanan rumah pada akhir tahun 2003. Para saksi mata yakin bentrokan tersebut sengaja direncanakan rezim militer untuk menyerang Suu Kyi dan para pendukungnya. Setidaknya, 10 orang meninggal, beberapa luka-luka dan ditangkap, serta sebagian yang lain melarikan diri dalam peristiwa berdarah tersebut.
Ingin tahu siapa sosok Suu Kyi? Silahkan baca artikel sejarah : Sekilas tentang sosok AungSan Suu Kyi, dan keberaniannya di artikel Aksi manuver politik Suu Kyi
Pemerintah Myanmar tidak hanya menyerang Suu Kyi dan pendukungnya, tetapi juga menutup kantor partai LND serta menangkap para pemimpin dan pendukungnya di Yangon dan kota lainnya. Suu Kyi yang sedang menjalani hukuman tidak bisa berbuat banyak. Ia harus mendengar kabar bahwa pendukungnya ditahan dan diserang. Namun di balik itu, ia tetap dengan teguh berjuang dan menyuarakan perjuangannya tanpa kenal lelah.