Mo Yan dalam Big Breasts and Wide Hips
Biografi. Seperti telah dibahas sebelumnya bahwa Mo Yan seorang sastrawan Cina. Mo Yan dianugerahi Nobel Sastra karena dinilai telah berhasil mengombinasikan realisme halusinasi dengan cerita-cerita rakyat, sejarah, dan kehidupan kontemporer di negaranya.
Ia berhasil melakukan kerja imajinatif-reflektif atas realitas serta fantasi yang dipadu dengan nilai sejarah, budaya, dan dinamika sosial. Mo Yan dianggap telah menciptakan dunia yang mengingatkan kita pada kompleksitas, seperti yang ada dalam tulisan-tulisan William Faulkner dan Gabriel Marquez, di mana pada saat yang sama juga mencari titik keberangkatan dalam literatur Cina kuno dan tradisi bertutur Cina.
Untuk mengenal Mo Yan lebih dekat, diperlukan kejelian membaca sejarah hidup dan novelnya yang berjudul Big Breasts and Wide Hips. Karya inilah yang melambungkan namanya menjadi pemenang Nobel Sastra kala itu.
Novel tersebut bercerita tentang sembilan perempuan, seorang ibu, dan delapan kakak perempuan dari ayah yang berbeda, melalui lisan lelaki bungsu yang masih gemar menyusu. Di satu sisi ia berbicara tentang kekerasan, represi, dan penindasan, namun di sisi lain ia membiarkan pemerintah Cina menindas Tibet.
Mo Yan merupakan berupaya melakukan marginalisasi terhadap karakter laki-laki dalam ceritanya, di mana ia menggambarkan sosok laki-laki yang lemah, pengecut, egois, dan pemalas tak berguna. Sementara di sisi lain ia menggambarkan perempuan, sosok ibu, dan anak perempuan sebagai sosok yang kuat dan penuh keberanian.
Ia ingin menunjukkan keberanian seorang wanita yang berjuang menjadi pekerja di Cina. Ia juga melakukan sebuah kritik akan peran perempuan yang banyak digunakan sebagai media penghibur lelaki, perempuan yang menjadi komoditi.
Mo Yan berhasil menghadirkan sebuah cerita yang detail, deskriptif, dan sistematis. Tetapi, betapapun bagus suatu karya pasti ada yang mengkritiknya. John Updike, kritikus buku New Yorker, menyebut deskripsi Mo Yan berlebihan dan hiperaktif.
Terlepas dari kritik tersebut, karya Mo Yan adalah potret tentang revolusi kebudayaan di Cina. Ia memberikan porsi yang besar akan kehidupan masa lalu di masa revolusi. Ia berupaya mengangkat sejarah bangsa yang mengalami banyak kematian di bawah rezim Mao. Pengalaman hidupnya menjadi aset berharga dalam setiap karyanya.
Karya-karya Mo Yan menghadirkan genre hallucinatory realism atau realisme halusinasi. Banyak fragmen dan penggambaran dalam novel-novel Mo Yan yang sangat aneh atau puitis.
Deskripsi mengenai lingkungan, suasana, dan emosi karakternya seolah tergambar menjadi masyarakat yang tinggal di negara kahyangan. Saat membayangkan sebuah lukisan kaligrafi Cina, maka Mo Yan bisa menggambarkan deskripsi itu sebagai latar dan pembacanya tak perlu repot memahami apa yang ia mau.
Untuk mengenal Mo Yan lebih dekat, diperlukan kejelian membaca sejarah hidup dan novelnya yang berjudul Big Breasts and Wide Hips. Karya inilah yang melambungkan namanya menjadi pemenang Nobel Sastra kala itu.
Novel tersebut bercerita tentang sembilan perempuan, seorang ibu, dan delapan kakak perempuan dari ayah yang berbeda, melalui lisan lelaki bungsu yang masih gemar menyusu. Di satu sisi ia berbicara tentang kekerasan, represi, dan penindasan, namun di sisi lain ia membiarkan pemerintah Cina menindas Tibet.
Mo Yan merupakan berupaya melakukan marginalisasi terhadap karakter laki-laki dalam ceritanya, di mana ia menggambarkan sosok laki-laki yang lemah, pengecut, egois, dan pemalas tak berguna. Sementara di sisi lain ia menggambarkan perempuan, sosok ibu, dan anak perempuan sebagai sosok yang kuat dan penuh keberanian.
Ia ingin menunjukkan keberanian seorang wanita yang berjuang menjadi pekerja di Cina. Ia juga melakukan sebuah kritik akan peran perempuan yang banyak digunakan sebagai media penghibur lelaki, perempuan yang menjadi komoditi.
Mo Yan berhasil menghadirkan sebuah cerita yang detail, deskriptif, dan sistematis. Tetapi, betapapun bagus suatu karya pasti ada yang mengkritiknya. John Updike, kritikus buku New Yorker, menyebut deskripsi Mo Yan berlebihan dan hiperaktif.
Terlepas dari kritik tersebut, karya Mo Yan adalah potret tentang revolusi kebudayaan di Cina. Ia memberikan porsi yang besar akan kehidupan masa lalu di masa revolusi. Ia berupaya mengangkat sejarah bangsa yang mengalami banyak kematian di bawah rezim Mao. Pengalaman hidupnya menjadi aset berharga dalam setiap karyanya.
Karya-karya Mo Yan menghadirkan genre hallucinatory realism atau realisme halusinasi. Banyak fragmen dan penggambaran dalam novel-novel Mo Yan yang sangat aneh atau puitis.
Deskripsi mengenai lingkungan, suasana, dan emosi karakternya seolah tergambar menjadi masyarakat yang tinggal di negara kahyangan. Saat membayangkan sebuah lukisan kaligrafi Cina, maka Mo Yan bisa menggambarkan deskripsi itu sebagai latar dan pembacanya tak perlu repot memahami apa yang ia mau.