Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Awal perkembangan Agama Buddha

Web Sejarah - Agama Buddha diajarkan oleh Sidharta, putra Raja Suddhodana dari kerajaan Kapilawastu dan termasuk kerurunan suku bangsa Sakya. Ia dikenal dengan sebutan Buddha Gautama atau Sakyamukti.

Pada mulanya, Buddha bukan sebuah agama, melainkan suatu paham baru dalam agama Hindu yang lahir karena tidak menyukai kedudukan istimewa kasta Brahmana. Saat itu, kaum Brahmana mempunyai hak istimewa untuk mempelajari kitab-kitab Weda, hak menguasai ajaran dan isi Weda, hak menyelenggarakan upacara kurban, dan hak memberi tuntunan untuk mencapai moksha.

Apakah itu moksha? Silahkan baca kembali di akhir artikel : Perkembangan agama dan kebudayaan Hindu Buddha di Asia Selatan

Adanya hak-hak istimewa tersebut dirasakan telah mempersulit dan menghambat masyarakat awam untuk mencapai moksha. Oleh karena itu, muncullah ajaran praktis yang dapat dilaksanakan masyarakat, yaitu Buddhisme.

4 Tempat Suci

Ada empat tempat yang dianggap suci oleh umat Buddha, karena tempat tersebut memiliki hubungan dengan Sidharta. Keempat tempat tersebut adalah :
  1. Taman Lumbini
  2. Bodhgaya
  3. Benares, dan
  4. Kusinagara
- Taman Lumbini terletak di daerah Kapilawastu, yaitu tempat kelhiran Sidharta (563 SM).
- Bodhgaya adalah tempat Sidharta menerima penerangan agung.
- Benares, yaitu tempat Sidharta pertama kali menyebarkan ajarannya.
- Kusinagara, tempat wafatnya Sidharta (482 SM).

Taman Lumbini, Bodhgaya, Benares, dan Kusinagara
Taman Lumbini, Bodhgaya, Benares, dan Kusinagara

Peristiwa kelahiran, menerima penerangan agung, dan kematiannya terjadi pada tanggal yang bersamaan, yaitu waktu bulan purnama di bulan Mei. Ketiga peristiwa tersebut dirayakan oleh umat Buddha sebagai hari Waisak.

Kehidupan masyarakat Buddha

Masyarakat Buddha terbentuk setelah sang Buddha mengajarkan pengalaman agungnya kepada sejumlah orang. Khotbah pertama Sang Buddha terjadi di taman rusa Isipathana, di Sarnath, Benares. Di tempat tersebut ia memperoleh empat muridnya yang pertama kali.

Khotbah keliling yang dilakukan Buddha dan para muridnya mengundang banyak pengikut. Ada pengikut yang mengikuti cara Buddha sebagai Rahib, mereka disebut Biksu (rahib pria) dan Biksuni (rahib wanita).

Mereka hidup dalam suatu komunitas yang dinamakan Sangha. Di samping itu, ada pula pengikut yang tetap dalam pekerjaannya sehari-hari, mereka dinamakan Umat.

Masyarakat Buddhis tidak mengenal sistem kasta. Baik rahib maupun umat sama-sama disebut putera dan puteri Buddha. Keduanya mendukung satu sama lain dalam mengamalkan ajaran Buddha yang disebut Dharma.

Umat bertanggung jawab memenuhi kebutuhan jasmani para rahib, berupa makanan, pakaian, dan tempat berteduh. Sebaliknya, rahib bertanggung jawab memenuhi kebutuhan rohani umat, melalui nasihat dan teladan hidup sesuai ajaran Buddha.

Para rahib memiliki tugas khusus, yaitu menjaga kemurnian ajaran Buddha dan mengajarkannya kepada semua orang. Untuk itu, mereka hidup miskin, bertapa, dan belajar. Diantara mereka, ada yang menjadi rahib sampai akhir hayat, ada pula yang menjadi rahib selama waktu tertentu.

Inti ajaran Agama Buddha

Kehidupan keagamaan Buddha berpedoman kepada kitab Tripitaka. Tripitaka berarti 'tiga keranjang', karena ditulis pada daun lontar yang disimpan dalam keranjang. Kitab tersebut ditulis dalam bahasa Pali, bahasa percakapan sehari-hari. Itulah sebabnya, kitab tersebut dapat dibaca oleh semua kalangan.

Ajaran Buddha terangkum dalam "Empat Kebenaran Utama dan Delapan Jalan Kebenaran". Ajaran tersebut didasarkan pada pengalaman Sidharta Gautama, mulai dari keprihatinannya menyaksikan penderitaan rakyat di luar istana lalu pengembaraannya mencari makna kehidupan.

4 Kebenaran Utama dan 8 Jalan Kebenaran

Empat Kebenaran Utama (Catur Aryasatyani) dalam agama Buddha adalah sebagai berikut :
1. Dalam kehidupan umat manusia, penderitaan lebih hebat daripada kebahagiaan.
2. Penderitaan itu timbul karena adanya hasrat untuk hidup.
3. Hanya dengan usaha manusia itu sendiri penderitaan dapat terhapus.
4. Cara mencapainya dilakukan dengan Delapan Jalan Kebenaran (Astaida), yaitu :
  • Berpikir baik
  • Bersifat baik
  • Berkata baik
  • bertingkah laku baik
  • Makanan minum yang baik
  • Berusaha yang baik
  • Perhatian yang baik
  • Semadi yang baik
Dengan demikian, ajaran Buddha tidak terlalu jauh berbeda dengan ajaran Hindu. Tetapi, ajaran Buddha memiliki beberapa ajaran baru,misalnya tidak dibenarkan mengadakan kurban dan tidak dibenarkan adanya tingkatan dalam masyarakat.

Buddha, Dharma, dan Sanggha disebut sebagai Triratna yang artinya tiga mutiara. Seseorang yang mau masuk ajaran Buddha diwajibkan mengucapkan tridharma, yaitu kewajiban yang berisi sebagai berikut :
1. Saya mencari perlindungan pada Buddha.
2. Saya mencari perlindungan pada Dharma
3. Saya mencari perlindungan pada Sanggha.

Baca artikel selanjutnya : Perkembangan Agama Hindu Buddha di Asia Selatan

Demikian sejarah mengenai Awal perkembangan Agama Buddha