Artefak dalam sejarah
Artefak dalam sejarah - Artefak adalah peralatan atau alat-alat yang dibuat oleh manusia untuk membantu kehidupannya. Peralatan itu merupakan hasil kebudayaan manusia yang dapat menunjukkan bahwa manusia memiliki kelebihan dari makhluk lainnya.
Kelebihan yang dimiliki manusia berupa akal dan pikiran untuk berkembang melebihi generasi sebelumnya. Hal ini tampak dari perkembangan hasil kebudayaannya yang semakin maju dan terus berkembang.
Hasil karya manusia ini berkembang dari tingkat yang masih sangat sederhana dengan hasil buatan yang masih kasar ke tingkat yang lebih maju dengan hasil buatan yang telah semakin halus. Tingkat perkembangan kebudayaan manusia dapat diketahui melalui alat-alat kebudayaan yang digunakan oleh manusia. Mengenai peninggalan budaya yang ditemukan di Indonesia berikut ulasannya.
Zaman Batu
Disebut zaman batu karena sebagian besar alat-alat penunjang kehidupan manusia terbuat dari batu. Dari alat-alat tersebut dapat diketahui bagaimana cara kehidupan mereka mengatur masyarakat. Akan tetapi, tidak berarti pada waktu itu alat-alat mereka hanya terbuat dari batu saja. Ada juga alat yang terbuat dari bambu atau kayu. Namun, bekasnya tidak dapat ditemukan lagi, karena bahan dari bambu dan kayu mudah lapuk dan tidak tahan lama.
Pembahasan singkat mengenai zaman batu silahkan baca di artikel sejarah Indonesia : 4 zaman batu
Zaman batu dibagi menjadi beberapa zaman, yaitu Paleolitikum, Mesolitikum, dan Neolitikum.
Zaman Paleolitikum
Zaman Paleolitikum ditandai dengan kebudayaan manusia yang masih sangat primitif dan sederhana. Ciri-ciri kehidupan manusia pada zaman ini adalah hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain (nomaden), berburu, menangkap ikan, dan mengumpulkan bahan makanan yang dapat diperoleh dari alam (food gathering).
Baca lebih jauh di artikel sejarah Indonesia : Kehidupan dan kegiatan berburu dan meramu tingkat awal
Zaman Paleolitikum berlangsung sangat lama, yaitu sekitar 600.000 tahun. Pada zaman ini manusia berjuang memenuhi kebutuhan hidupnya atau mempertahankan hidupnya dari segala macam bahaya yang datang dari alam maupun dari kelompok manusia lainnya.
Ciri-ciri Zaman Paleolitikum
Jenis manusia
Berdasarkan penemuan fosil-fosil manusia purba, jenis manusia purba yang hidup pada Zaman Paleolitikum adalah Pithecanthropus erectus, Homo Wajakensis, Meganthropus dan Homo Soloensis. Fosil-fosil ini ditemukan di sepanjang aliran sungai bengawan Solo.
Lebih jauh mengenai jenis manusia ini seilahkan baca sejarah Indonesia :
Kebudayaan
Kebudayaan Zaman Paleolitikum yang ditemukan di wilayah Indonesia dianggap sebagai kebudayaan tertua di Indonesia. Nama kebudayaan ini disesuaikan dengan nama daerah tempat penemuan kebudayaan tersebut, yakni daerah Pacitan dan Ngandong.
Selengkapnya mengenai kebudayaan tersebut silahkan baca : Peninggalan purba kebudayaan Pacitan dan Ngandong
Zaman Mesolitikum
Pada zaman Mesolitikum kehidupan manusia tidak jauh berbeda dengan zaman Paleolitikum, yaitu berburu dan menangkap ikan. Namun, pada zaman ini manusia sudah mempunyai tempat tinggal agak tetap dan bercocok tanam secara sederhana. Mereka memilih tinggal di tepi pantai (kjokkenmoddinger) dan di goa-goa (abris sous roche). Pada tempat ini banyak ditemukan bekas-bekas kebudayaan manusia dari zaman Mesolitikum.
Kjokkenmoddinger
Kjokkenmoddinger adalah sampah dapur yang ditemukan di sepanjang pantai timur Pulau Sumatera. Kjokkenmoddinger merupakan corak istimewa dari zaman Mesolitikum. Kehidupan masyarkaatnya terutama dari hasil menangkap siput dan kerang.
Kjokkenmoddinger diteliti oleh Dr.P.V. van Stein Callenfels tahun 1925. Ia melakukan penelitian terhadap sampah dapur yang terdiri dari kulit kerang dan siput setinggi 7 meter. Sampah dapur dengan ketinggian seperti itu tentu mengalami proses yang cukup panjang, dan mungkin mencapai ratusan atau bahkan ribuan tahun.
Pada tempat tersebut banyak ditemukan benda-benda kebudayaan seperti kapak genggam yang jauh berbeda dengan zaman Paleolitikum. Kapak genggam dari zaman Mesolitikum ini disebut dengan nama pebble atau kapak genggam Sumatera (Sumateralith).
Kapak ini terbuat dari batu kali yang dibelah, serta masih kasar yang dikerjakan menurut keperluannya. Satu kapak aneh pada zaman Mesolitikum yaitu bernama bache courte (kapak pendek). Bentuknya setengah lingkaran seperti kapak genggam atau chopper.
Pada sampah dapur juga ditemukan batu penggiling beserta landasannya (pipisan) yang dipergunakan untuk menghaluskan cat merah. Cat ini diperkirakan mempunyai hubungan dengan keagamaan atau ilmu sihir.
Pada Kjokkenmoddinger ditemukan tulang-tulang beserta pecahan tengkorak dan gigi. Walaupun keterangan tidak lengkap, tetapi para ahli menafsirkan bahwa manusia yang hidup pada zaman Mesolitikum termasuk golongan bangsa Papua Melanosoide (nenek moyang suku bangsa Irian dan Melanesoid sekarang).
Lebih jauh mengenai bangsa Melanesoid ini silahkan baca sejarah Indonesia : Jenis bangsa pra aksara Indonesia
Abris sous roche
Hasil penemuan lain pada zaman Mesolitikum adalah abris sous roche. Abris sous roche adalah goa yang dipakai sebagai tempat tinggal. Goa ini menyerupai ceruk batu karang yang dipergunakan sebagai perlindungan terhadap hujan dan panas matahari.
Pada goa-goa tersebut juga ditemukan peninggalan kebudayaan dari jenis-jenis kebudayaan Paleolitikum. Namun, benda-benda yang ditemukan itu sebagian besar dari zaman Mesolitikum.
Kebudayaan Abris sous roche
Penelitian kebudayaan Abris sous roche antara lain sebagai berikut :
- Van Stein Callenfels di Goa Lawu dekat Sampung (Ponorogo, Madiun) dari tahun 1928-1931. Alat-alat kebudayaan yang berhasil ditemukan seperti ujung panah, flakes, batu penggilingan, kapak yang sudah diasah, alat-alat dari tulang, tanduk rusa serta alat-alat dari perunggu dan besi. Juga ditemukan tulang-belulang manusia jenis Papua Melanesoide. Karena alat-alat yang ditemukan lebih banyak yang terbuat dari tulang, maka timbul istilah Sampung Bone Culture.
- Penelitian juga dilakukan oleh van Heekeren di daerah Besuki (Jawa Timur), dan berhasil menemukan kapak Sumatera dan kapak pendek.
- Dalam Abris sous roche yang berada di Bojonegoro berhasil ditemukan alat-alat dari kerang dan tulang-belulang manusia jenis manusia Papua Melanesoide.
- Hasil kebudayaan Abris sous roche yang ditemukan di daerah Lamancong (Sulawesi Selatan) biasa disebut Kebudayaan Toala.
- Abris sous roche juga ditemukan di daerah Timor dan Rote. Pada kedua daerah ini Alfred Buhler menemukan flakes culture dari kalsedon yang bertangkai pada pangkalnya dan merupakan peninggalan bangsa Papua Melanesoide.
Kebudayaan Bacson-Hoabinh
Penyebaran kapak genggam Sumatera dan kapak pendek mendorong para ahli untuk melakukan berbagai bentuk penelitian sampai ke daerah Teluk Tonkin, daerah Yunan Selatan. Pada daerah Bacson-Hoabinh banyak ditemukan alat kebudayaan yang mempunyai persamaan dengan alat kebudayaan yang ditemukan di wilayah Indonesia, sehingga banyak para ahli yang menafsirkan bahwa daerah Bacson-Hoabinh itu merupakan pusat kebudayaan prasejarah yang ditemukan di Indonesia.
Di Indonesia terdapat dua macam kebudayaan Bacson-Hoabinh, yaitu :
- Kebudayaan pebble dan alat-alat dari tulang yang datang ke Indonesia melalui jalan barat.
- Kebudayaan flakes yang datang ke Indonesia melalui jalan timur.
Pembahasan mengenai silahkan baca di artikel sejarah Indonesia :
Kebudayaan Bandung
Penelitian terhadap kebudayaan Bandung dilakukan oleh von Koenigswald di daerah Padalarang, Bandung Utara, Cicalengka, Banjaran, Soreang di sebelah barat Cililin. Di daerah tersebut ditemukan kebudayaan berupa flakes.
Flakes yang ditemukan di tepi danau Bandung dinamakan microlith (batu-batu kecil). Juga ditemukan pecahan tembikar dan benda-benda perunggu.
Kebudayaan Toala
Toala adalah nama salah satu daerah di Sulawesi Selatan. Hasil kebudayaan yang banyak ditemukan pada suatu goa yang disebut Goa Leang Pattae. Inti kebudayaan Toala adalah kebudayaan flakes dan pebble.
Berdasarkan keterangan di atas, maka van Stein Callenfels membedakan kebudayaan Indonesia pada zaman Mesolitikum menjadi 3 corak, yaitu :
- Pebble Culture, di Sumatera Timur.
- Bone Culture, di Sampung, Ponorogo, dan Madiun.
- Flakes Culture, di Timor, Toala dan Rote.
Zaman Neolitikum
Kebudayaan-kebudayaan yang berasal dari zaman Neolitikum berhasil di temukan di Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan di sepanjang Sungai Bengawan Solo. Kebudayaan Neolitikum merupakan revolusi dari kebudayaan food gathering menjadi food producing.
Pada zaman Neolitikum manusia sudah hidup menetap dan telah memiliki tempat tinggal. Bahkan mereka telah hidup dari hasil bercocok tanam. Alat-alat kebudayaan yang dimiliki sudah halus dan sempurna.
Peralatan zaman Neolitikum dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu kapak persegi dan kapak lonjong.
Kapak persegi
Nama kapak persegi diberikan oleh van Heine Heldern. Pemberian nama kapak persegi ini berdasarkan penampang alang dari alat-alat yang berupa persegi panjang dan trapesium. Kapak persegi ini berasal dari daratan Asia dan menyebar ke Indonesia melalui jalan barat.
Bahan dari kapak persegi adalah batu api kalsedon. Tempat-tempat pembuatan kapak persegi di Indonesia ditemukan di lereng selatan Gunung Ijen (Jawa Timur). Di samping kapak persegi, juga ditemukan kapak batu yang hanya ditemukan beberapa buah di Minahasa.
Kapak lonjong
Penanaman kapak lonjong ini didasarkan pada penampang alangnya yang berbentuk lonjong atau bundar telur. Ujung yang lancip ditempatkan pada tangkai ujung lainnya diasah sampai tajam. Kapak lonjong juga biasa dipergunakan untuk upacara. Kapak untuk keperluan upacara biasanya dikerjakan lebih halus.
Kapak lonjong mempunyai berbagai ukuran, yang besar bernama walzenbeil dan yang kecil bernama kleibeil. Kapak lonjong walzenbeil banyak ditemukan di Kepaulauan Tanimbar, Seram dan sekitarnya.
Tempat penemuan kapak lonjong adalah Seram, Gerong, Tanimbar, Leti, Minahasa, Kalimantan, dan sekitarnya. Kapak lonjong ini biasanya dinamakan Neolitikum Papua, karena banyak ditemukan di daerah Papua.
Zaman Megalitikum
Zaman Megalitikum biasa disebut dengan zaman batu besar, karena pada zaman ini manusia sudah dapat membuat dan meninggalkan kebudayaan yang terbuat dari batu-batu besar. Kebudayaan ini berkembang dari zaman Neolitikum sampai zaman perunggu.
Pembahasan mengenai zaman ini silahkan baca di artikel sejarah Indonesia: Peninggalan zaman Batu Besar
Selanjutnya silahkan baca juga :
Demikian pembahasan Artefak dalam sejarah yang cukup panjang, semoga menjadi catatan sejarah Indonesia.