Kondisi sosial politik Kesultanan Gowa Tallo
Web Sejarah - Kondisi sosial politik Kesultanan Gowa Tallo-Pada awal abad ke-16, datanglah Dato' Ri Bandang ulama Islam dari Sumatra Barat. Ia menyebarkan ajaran Islam di Makassar. Kemudian raja Makassar bernama Daeng Manrabia memeluk agama Islam dan namanya diubah menjadi Sultan Alaudin.
Puncak Kejayaan Gowa Tallo
Di bawah pemerintahan Sultan Alaudin yang memerintah dari tahun 1591 sampai 1638, Kesultanan Makassar berkembang menjadi negara muslim yang kuat. Pada masa ini pula orang mulai mengenal jenis perahu layar Lombo dan Phinisi.
Kejayaan Makassar mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Said yang memerintah dari tahun 1639 sampai 1653, dan Sultan Hasanuddin yang memerintah dari tahun 1653 sampai 1669.
Kedua sultan ini membawa Makassar sebagai daerah dagang yang maju. Wilayah kekuasaannya meluas sapai ke Flores dan Pulau Solor di Nusa Tenggara. Secara khusus di bawah Hasanuddin, kerajaan-kerajaan kecil di sekitar Makassar seperti Kerajaan Wajo, Bone, Luwu, dan Sopeng berhasil dikuasai.
Peta wilayah Kerajaan Gowa Tallo
Wilayah kekuasaan Federasi Kesultanan Gowa-Tallo pada abad ke-16 |
Latar belakang Perang Makassar
Perang Makassar dilatarbelakangi cita-cita Sultan Hasanuddin menjadikan Makassar pusat kegiatan perdagangan di Nusantara bagian Timur. Hal ini mengancam aktivitas ekonomi Belanda (VOC) sebagai berikut :
- Pertama : bagi Belanda kehadiran Kesultanan Gowa-Tallo saja sudah mengancam lalu-lintas perdagangan mereka dari Maluku ke Batavia.
- Kedua : rencana Hasanuddin mengancam eksistensi dan penguasaan ekonomi Belanda di Maluku. Sudah lama Belanda yang merasa berkuasa atas Maluku sebagai sumber rempah-rempah menganggap Makassar sebagai pelabuhan gelap, karena ikut juga memperjualbelikan rempah-rempah dari Maluku.
Diawali pelucutan dan perampasan terhadap armada Belanda di Maluku oleh pasukan Hasanuddin, Belanda kemudian menyerang Makassar setelah sebelumnya mendapat kepastian bantuan dari sultan Bone, yaitu Aru Palaka.
Aru Palaka bersedia membantu Belanda tetapi dengan syarat Bone diakui sebagai sebuah kesultanan yang merdeka. Sempat terdesak, Belanda akhirnya berhasil memaksa Hasanuddin menyepakati "Perjanjian Bongaya" pada tahun 1667 yang isisnya sebagai berikut :
- VOC (serikat dagang Belanda) memperoleh monopoli perdagangan di Makassar.
- Belanda mendirikan benteng di Makassar yang kelak bernama Benteng Rotterdam.
- Makassar melepaskan daerah jajahannya seperti Bone dan pulau-pulau di sekitar Makassar.
- Makassar mengakui Aru Palaka sebagai Raja Bone.
Keberanian Hasanuddin memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku membuatnya mendapat julukan Ayam Jantan dari Timur, simak kisahnya di artikel sejarah : Perlawanan Sultan Hasanuddin terhadap voc di Makassar
Makassar setelah Sultan Hasanuddin
Sepeninggal Hasanuddin, Makassar dipimpin oleh putranya bernama Mapasomba. Sama seperti ayahnya, sultan ini juga menentang kehadiran Belanda di Makassar, bahkan lebih keras. Konon menurut cerita sejarah, Sultan Hasanuddin menasehati Mapasomba agar dapat bekerja sama dengan Belanda dengan tujuan menjamin eksistensi Kesultanan Makassar.
Namun, Mapasomba tetap gigih pada tekadnya untuk mengusir Belanda dari tanah Makassar. Sikapnya yang keras dan tidak mau bekerja sama ini menjadi alasan Belanda mengerahkan pasukan secara besar-besaran.
Pasukan Mapasomba berhasil dihancurkan dan Mapasomba sendiri tidak diketahui nasibnya. Belanda pun berkuasa sepenuhnya atas Kesultanan Makassar.
Ekonomi dan sosial budaya Kesultanan Makassar
Bagaimana persisnya Kesultanan Makassar dari segi ekonomi dan sosial budaya? Kesultanan ini memperoleh kemajuan ekonomi yang sangat pesat, terutama di bidang perdagangan. Kemajuan di bidang perdagangan ini disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut:
- Banyak pedagang hijrah ke Makassar setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511.
- Orang-orang Makassar dan Bugis terkenal sebagai pelaut ulung yang dapat mengamankan wilayah lautannya.
- Tersedia banyak rempah-rempah dari Maluku.
Makassar berkembang sebagai pelabuhan internasional. Banyak pedagang asing seperti Portugis, Inggris, Denmark yang datang berdagang di Makassar. Dengan tipe perahunya seperti Phinisi dan Lombo, para pedagang Makassar memegang peranan penting dalam perdagangan Nusantara, meski akhirnya untuk itu harus terlibat perang dengan VOC.
Sementara itu untuk menjamin dan mengatur perdagangan dan pelayaran di wilayahnya, Makassar mengeluarkan undang-undang dan hukum perdagangan yang disebut Ade Allopiloping Bacanna Pabalue, yang dimuat dalam buku Lontana Amanna Coppa.
Meskipun memiliki kebebasan dalam mencapai kesejahteraan hidup, dalam kehidupan sosial sehari-hari mereka sangat terikat dengan norma adat yang mereka anggap sakral. Norma kehidupan sosial Makassar diatur berdasarkan adat dan agama Islam yang disebut Pangadakkang.
Selain norma tersebut, masyarakat Makassar juga mengenal lapisan sosial, lapisan atas yang merupakan golongan bangsawan dan keluarganya yang disebut Anakarung/Karaeng, sedangkan rakyat kebanyakan disebut to Maradeka, dan masyarakat lapisan bawah yaitu para hamba-sahaya yang disebut golongan Ata.
Mengingat statusnya sebagai negara maritim, sebagian besar kebudayaan Makassar bercorak maritim. Hasil kebudayaannya yang terkenal adalah perahu phinisi. Perahu-perahu tersebut tidak hanya berlayar di perairan Indonesia/Nusantara, melainkan juga sampai ke mancanegara.
Baca juga :
Demikian ulasan kisah sejarah Kondisi sosial politik Kesultanan Gowa Tallo, semoga menjadi catatan sejarah Indonesia.