Profil Provinsi Sumatera Barat
Profil Provinsi Sumatera Barat - Sumatera Barat adalah provinsi di negara Indonesia yang terletak di pulau Sumatera bagian barat, tepatnya sebelah selatan Sumatera Utara dan sebelah barat Riau, dengan ibukotanya Padang.
Wilayah Provinsi Sumatera Barat di sepanjang pesisir barat Sumatera bagian tengah, dibagian timur berjajar dataran tinggi Bukit Barisan. Sedangkan wilayah lepas pantainya terdapat beberapa pulau, seperti Kepulauan Mentawai.
Secara lengkap mengenai Profil Provinsi Sumatera Barat adalah sebagai berikut:
Wilayah Provinsi Sumatera Barat di sepanjang pesisir barat Sumatera bagian tengah, dibagian timur berjajar dataran tinggi Bukit Barisan. Sedangkan wilayah lepas pantainya terdapat beberapa pulau, seperti Kepulauan Mentawai.
Secara lengkap mengenai Profil Provinsi Sumatera Barat adalah sebagai berikut:
- Nama Resmi: Provinsi Sumatera Barat
- Ibukota: Padang
- Luas Wilayah: 42.012.89 Km2
- Jumlah Penduduk: 5.383.988 Jiwa
- Suku Bangsa: Minangkabau, Guci, Jaubak, Piliang, Chaniago, Tanjung, Koto
- Agama: Islam 98 %, Kristen 1,6 %, Lain-lain 0,4
- Wilayah Administrasi: Kab.: 12, Kota: 7, Kec.: 179, Kel.: 259, Desa : 880 *)
- Lagu Daerah: Baresolok, Paku, Galang dan Kambanglah Bungo
- Website: http://www.sumbarprov.go.id
Sumber : Permendagri Nomor 39 Tahun 2015
Sejarah
Dari jaman prasejarah sampai kedatangan orang Barat, sejarah Sumatera Barat dapat dikatakan identik dengan sejarah Minangkabau. Walaupun masyarakat Mentawai diduga telah ada pada masa itu, tetapi bukti-bukti tentang keberadaan mereka masih sangat sedikit.Lebih jauh mengenai Suku Mentawai silahkan kunjungi artikel di bawah ini:
Pada periode kolonialisme Belanda, nama Sumatera Barat muncul sebagai suatu unit administrasi, sosial-budaya, dan politik. Nama ini adalah terjemahan dari bahasa Belanda de Westkust van Sumatra atau Sumatra's Westkust, yaitu suatu daerah bagian pesisir barat pulau Sumatera.
Memasuki abad ke-20 persoalan yang dihadapi Sumatera Barat menjadi semakin kompleks. Sumatera Barat tidak lagi identik dengan daerah budaya Minangkabau dan telah berubah menjadi sebuah mini Indonesia. Di daerah ini bermukim sejumlah besar suku bangsa Minangkabau penganut sistem matrilineal, suku bangsa Tapanuli dengan sistem patrilinealnya dan suku bangsa Jawa dengan sistem parentalnya. Di samping itu juga ada masyarakat Mentawai, Nias, Cina, Arab, India serta berbagai kelompok masyarakat lainnya dengan berbagai latar belakang budaya yang beraneka ragam.
Di Sumatera Barat banyak ditemukan peninggalan jaman prasejarah di Kabupaten 50 Koto, di daerah Solok Selatan dan daerah Taram. Sisa-sisa peninggalan tradisi barn besar ini berwujud dalam berbagai bentuk; bentuk barn dakon, barn besar berukir, barn besar berlubang, barn rundell, kubur barn, dan barn altar, namun bentuk yang paling dominan adalah bentuk menhir. Peninggalan jaman prasejarah lainnya yang juga ditemukan adalah gua-gua alam yang dijadikan sebagai tempat hunian.
Bukti-bukti arkeologis yang ditemukan di atas bisa memberi indikasi bahwa daerah-daerah sekitar Kabupaten 50 Koto merupakan daerah atau kawasan Minangkabau yang pertama dihuni oleh nenek moyang orang Sumatera Barat. Penafsiran ini rasanya beralasan, karena dari daerah 50 Koto ini mengalir beberapa sungai besar yang akhirnya bermuara di pantai timur pulau Sumatera. Sungai-sungai ini dapat dilayari dan memang menjadi sarana transportasi yang penting dari jaman dahulu hingga akhir abad yang lalu.
Nenek moyang orang Minangkabau diduga datang melalui rute ini. Mereka berlayar dari daratan Asia (Indo-Cina) mengarungi laut Cina Selatan, menyeberangi Selat Malaka dan kemudian memudiki sungai Kampar, Siak, dan Indragiri (atau; Kuantan). Sebagian di antaranya tinggal dan mengembangkan kebudayaan serta peradaban mereka di sekitar Kabupaten 50 Koto sekarang.
Percampuran dengan para pendatang pada masa-masa berikutnya menyebabkan tingkat kebudayaan mereka jadi berubah dan jumlah mereka jadi bertambah. Lokasi pemukiman mereka menjadi semakin sempit dan akhirnya mereka menyebar ke berbagai bagian Sumatera Barat yang lainnya. Sebagian pergi ke daerah kabupaten Agam dan sebagian lagi sampai ke Kabupaten Tanah Datar sekarang.
Dari sini penyebaran dilanjutkan lagi, ada yang sampai ke utara daerah Agam, terutama ke daerah Lubuk Sikaping, Rao, dan Ophir. Banyak di antara mereka menyebar ke bagian barat terutama ke daerah pesisir dan tidak sedikit pula yang menyebar ke daerah selatan, ke daerah Solok, Selayo, sekitar Muara, dan sekitar daerah Sijunjung.
Dari sini penyebaran dilanjutkan lagi, ada yang sampai ke utara daerah Agam, terutama ke daerah Lubuk Sikaping, Rao, dan Ophir. Banyak di antara mereka menyebar ke bagian barat terutama ke daerah pesisir dan tidak sedikit pula yang menyebar ke daerah selatan, ke daerah Solok, Selayo, sekitar Muara, dan sekitar daerah Sijunjung.
Sejarah daerah Propinsi Sumatera Barat menjadi lebih terbuka sejak masa pemerintahan Raja Adityawarman. Raja ini cukup banyak meninggalkan prasasti mengenai dirinya, walaupun dia tidak pernah mengatakan dirinya sebagai Raja Minangkabau. Adityawarman memang pernah memerintah di Pagaruyung, suatu negeri yang dipercayai warga Minangkabau sebagai pusat kerajaannya.
Adityawarman adalah tokoh penting dalam sejarah Minangkabau. Di samping memperkenalkan sistem pemerintahan dalam bentuk kerajaan, dia juga membawa suatu sumbangan yang besar bagi alam Minangkabau. Kontribusinya yang cukup penting itu adalah penyebaran agama Budha. Agama ini pernah punya pengaruh yang cukup kuat di Minangkabau. Terbukti dari nama beberapa nagari di Sumatera Barat dewasa ini yang berbau Budaya atau Jawa seperti Saruaso, Pariangan, Padang Barhalo, Candi, Biaro, Sumpur, dan Selo.
Sejarah Sumatera Barat sepeninggal Adityawarman hingga pertengahan abad ke-17 terlihat semakin kompleks. Pada masa ini hubungan Sumatera Barat dengan dunia luar, terutama Aceh semakin intensif. Sumatera Barat waktu itu berada dalam dominasi politik Aceh yang juga memonopoli kegiatan perekonomian di daerah ini. Seiring dengan semakin intensifnya hubungan tersebut, suatu nilai baru mulai dimasukkan ke Sumatera Barat. Nilai baru itu akhimya menjadi suatu fundamen yang begitu kukuh melandasi kehidupan sosial-budaya masyarakat Sumatera Barat. Nilai baru tersebut adalah agama Islam.
Syekh Burhanuddin dianggap sebagai penyebar pertama Islam di Sumatera Barat. Sebelum mengembangkan agama Islam di Sumatera Barat, ulama ini pernah menuntut ilmu di Aceh.
Pengaruh politik dan ekonomi Aceh yang demikian dominan membuat warga Sumatera Barat tidak senang kepada Aceh. Rasa ketidakpuasan ini akhirnya diungkapkan dengan menerima kedatangan orang Belanda. Namun kehadiran Belanda ini juga membuka lembaran baru sejarah Sumatera Barat. Kedatangan Belanda ke daerah ini menjadikan Sumatera Barat memasuki era kolonialisme dalam arti yang sesungguhnya.
Orang Barat pertama yang datang ke Sumatera Barat adalah seorang pelancong berkebangsaan Prancis yang bernama Jean Parmentier yang datang sekitar tahun 1523. Namun bangsa Barat yang pertama datang dengan tujuan ekonomis dan politis adalah bangsa Belanda. Armada-armada dagang Belanda telah mulai kelihatan di pantai barat Sumatera Barat sejak tahun 1595-1598, di samping bangsa Belanda, bangsa Eropa lainnya yang datang ke Sumatera Barat pada waktu itu juga terdiri dari bangsa Portugis dan Inggris.
Logo
Seperti provinsi di Indonesia lainnya, Sumatera Barat memiliki sebuah logo atau lambang yang menggunakan dominasi warna hijau. Di bagian bawah logo terdapat pita bertuliskan TUAH SAKATO. Lebih detail Sumatera Barat adalah seperti gambar di bawah ini:
Arti Logo Sumatera Barat
Logo Sumatera Barat memiliki makna tersendiri yang menggambarkan kehidupan masyarakatnya secara keseluruhan. Berikut makna lambang Sumbar:
ARTI BENTUK
- Bentuk perisai persegi lima, melambangkan bahwa propinsi Sumatera Barat adalah merupakan salah satu dari daerah-daerah propinsi dalam lingkungan wilayah negara kesatuan republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
- Rumah Gadang/Balai Adat adalah tempat bermufakat atau tempat lahirnya filsafat alam pikiran Minangkabau yang mashur, demokrasi menurut alur dan patut sebagai lambang konsekwen melakanakan demokrasi.
- Atap Masjid Bertingkat Tiga dan Bergonjong Satu melambangkan salah satu dari bentuk rumah ibadah yang khas menurut arsitektur alam Minangkabau asli, yang melambangkan agama Islam sebagai salah satu agama yang pada umumnya dipeluk masyarakat.
- Bintang Segi Lima melukiskan nur cahaya dari pada dasar Ketuhanan Yang Maha Esa.
- Atap Rumah Gadang/Balai Adat Minangkabau Bergaya Tajam dan Runcing ke Atas merupakan gaya pergas yang tangkas dalam seni bangunan khas alam Minangkabau yang melambangkan sifat rakyatnya yang dinamis, bekerja keras dan bercita-cita luhur untuk mencapai masyarakat adil dan makmur.
- Empat Buah Gonjong Rumah Adat/Balai Adat dan Sebuah Gonjong Mesjid yang Menjulang Tinggi Keangkasa melambangkan keluruhan sejarah Minangkabau dari zaman ke zaman dalam semboyan kata 'Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabulah '.
- Gelombang Air Laut adalah suatu lambang dinamika dari masyarakt Minangkabau.
ARTI MOTTO
'Tuah Sakato' berarti sepakat untuk melaksanakan hasil mufakat/musyawarah dan sebagai slogan kata (tanda kebesaran) yang terkandung dalam pribahasa Indonesia 'Bersatu Kita Teguh Bercerai Kita Runtuh'
ARTI WARNA
Warna dalam lambang ini berarti/bermakna, Putih berarti suci, Merah Jingga berarti berani, Kuning Emas berarti agung, Hitam Pekat berarti abadi, tabah, ulet/tahan tapo, Hijau Cerah Bersrti harapan masa depan.
Nilai Budaya
Kebudayaan yang hidup dalam Propinsi Sumatera Barat disebut kebudayaan Minangkabau. Berdasarkan pengamatan dan penelitian, kebudayaan ini cukup kaya, bersumber dari nilai-nilai luhur yang ditinggalkan atau diwariskan para nenek moyang. Kebudayaan ini pernah mengalami puncak keemasannya pada jaman kejayaan Kerajaan Pagaruyung, khususnya semasa kepemimpinan Raja Adityawarman.
Dewasa ini masyarakat Minangkabau yang terkenal teguh dalam memegang adat berusaha untuk memelihara khasanah budaya peninggalan para leluhur.
Propinsi Sumatera Barat memiliki satu lembaga adat yang amat berwibawa, yang terkenal dengan nama Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau atau LKAAM. Lembaga ini memiliki wewenang besar dalam menentukan masalah-masalah adat dan kebudayaan dalam masyarakat Minangkabau. Karena itu sungguh tidak mengherankan kalau seseorang yang dipercayakan untuk memimpin lembaga ini dianggap memiliki satu kelebihan tersendiri sebagai seorang tokoh yang diterima kaum adat.
Pada umumnya hal-hal yang berkenaan dengan kebudayaan itu dapat dikategorikan dalam empat bidang. Pertama adalah bidang kesejarahan serta permuseuman, kedua adat-istiadat, bahasa dan sastra, ketiga kesenian, dan keempat perbukuan atau perpustakaan.
Bangunan bersejarah di Sumatera Barat antara lain meliputi : Istana Pagaruyung, museum Taman Bundo Kanduang di Bukittinggi, museum perjuangan rakyat, rumah gadang di Koto Nan Ampek, rumah gadang di Padang Lawas, balairung sari di Tabek serta mesjid di Ampang Gadang dan situs kepurbakalaan di Tanah Datar.
Falsafah Hidup Masyarakat setempat
Masyarakat Minangkabau dalam mengambil keputusan menggunakan motto :
"Bulek Aik Dek Pam Buluh, Buluk Kato De Mufakat", artinya segala sesuatu yang akan diputuskan harus dimusyawarahkan terlebih dahulu.
Motto bagi seorang pemimpin adalah : "Tibo Dimato Dipiciangkan, Tibo Diparuk Dikampihkan", artinya bagi seorang pemimpin harus bertindak adil, atau tidak pilih kasih.
Ada empat kriteria pokok seorang pemimpin menurut budaya Minangkabau :
- Tinggi tampak jauah dan nan gadang jolong basuo, artinya tinggi kelihatan dari jauh dan yang besar awal bertemu.
- Tinggi dek dianjuang, gadang dek diambak (tinggi karena diangkat, besar karena dipupuk), artinya keberadaanya diterima umat, kaum dan bangsa.
- Tinggi menyentak rueh (tinggi karena ruas), artinya mempunyai integritas pribadi, berilmu pengetahuan, berwawasan luas.
- Pemimpin didahulukan salangkah, ditinggikan sarantiang, artinya pemimpin tidak membuat jarak dengan rakyat.
Baca juga hal-hal yang berkaitan dengan Sumatera Barat di bawah ini:
Sumber: http://www.kemendagri.go.id