Sejarah Penduduk Kampuchea
Penduduk negeri ini tergolong paling muda di dunia: 66 persen berada di bawah umur 30 tahun (1985) dan hanya sekitar 4 persen yang berumur lebih dari 60 tahun. Meskipun angka kematian cukup tinggi (diperkirakan mencapai 17,6 per 1.000 penduduk pada tahun 1986), laju pertambahan penduduk mencapai 1,9 persen per tahun (19801985).
Kepadatan penduduk sangat rendah (kira-kira 38/km2), kecuali di sepanjang jalur lalu lintas air; bahkan. daerah-daerah yang sebenarnya dapat dibudidayakan sangat kekurangan penduduk. Kota terbesar, yaitu ibu kota Phnom Penh, diperkirakan hanya berpenduduk sekitar 500.000 jiwa.
Pusat perbelanjaan di Phnom Phen, ibu kota Kampuchea |
Kelompok Etnis Kampuchea
Kelompok etnis utama di Kampuchea adalah orang Khmer, yang mencakup lebih dari 88 persen penduduk negeri ini, dengan mata pencaharian utama bertani. Tetapi bangsa Khmer modern sebenarnya merupakan keturunan berbagai ras yang sudah berbaur satu sama lain selama berabad-abad, bahkan sebelum nenek moyang mereka berpindah ke delta Mekong yang subur (Plato Korat, sekarang termasuk wilayah Thailand) sebelum tahun 200 SM.
Masuknya orang India, yang berlangsung dalam beberapa gelombang pada awal Tarikh Masehi, menimbulkan Indianisasi bangsa Khmer. Dalam abad ke-8, bangsa Khmer diserbu orang Melayu (Jawa).
Serbuan ini kemudian disusul oleh kedatangan orang Thai (dari abad ke-10 hingga abad ke-15), orang Vietnam (mulai dari abad ke-17), dan orang Cina (dalam abad ke-17 dan ke-19). Akibat pembauran, ciri-ciri fisik orang Khmer sangat bervariasi. Tetapi laki-laki khas Khmer umumnya memiliki ketinggian badan kira-kira 152 cm, kulit cokelat kemerah-merahan, hidung pesek, dan mata bulat telur.
Selain kelompok mayoritas Khmer, di negeri ini terdapat kelompok-kelompok minoritas Cina dan Vietnam, masing-masing mencapai 4,6 persen dari seluruh penduduk. Orang Cina terutama hidup di kota sebagai pengusaha, sedang orang Vietnam umumnya bekerja sebagai buruh perkebunan karet, nelayan, tukang, atau pedagang.
Penduduk lain terutama terdiri dari beberapa kelompok etnis Asia lain, termasuk kelompok Melayu Cham (di Kampuchea dikenal sebagai orang Khmer Islam) dan suku-suku bangsa primitif, yakni orang Khmer Loeu (disebut juga orang Khmer gunung), yang terdiri dari orang Jarai, Rhade, Stieng, Kui, Pear, dan Saoch.
Pembauran antara orang Khmer dan orang Cina telah berlangsung secara luas. Sedang perkawinan campuran dengan orang Vietnam jauh lebih sedikit akibat ketidakpercayaan orang Khmer kepada kelompok tersebut, yang sudah berurat-berakar di kalangan mereka secara turun-temurun.
Dengan orang Melayu Cham, pembauran mengalami hambatan karena kelompok ini masih keras mempertahankan agama Islam sementara kelompok etnis mayoritas Khmer umumnya beragama Budha.
Gerobak petani penduduk Kampuchea yang merupakan sarana angkutan hasil pertanian |
Bahasa Kampuchea
Bahasa resmi dan bahasa yang paling lazim di Kampuchea adalah bahasa Khmer. Bahasa ini, di samping agama dan tradisi orang Khmer, mengikat orang Khmer menjadi satu bangsa dan membuat Kampuchea menjadi negara, yang boleh dikatakan stabil sebelum tahun-tahun peperangan.
Agama Kampuchea
Agama utama di Kampuchea adalah agama Budha Theravada, yang berasal dari India dan pernah menjadi agama resmi di Kampuchea. Ajaran agama ini telah begitu meresap dalam kehidupan orang Kampuchea, meskipun adat-istiadat yang mengharuskan semua lelaki di negeri ini untuk masuk biara selama jangka waktu tertentu, sekarang sudah terdesak akibat perkembangan pendidikan sekular.
Dulu di negeri ini terdapat puluhan ribu biarawan Budha yang hidup dalam ribuan wat (kuil). Pada tahun 1975, agama Budha dilarang oleh pemerintah Khmer Merah, tetapi rezim Heng Samrin, yang berkuasa sejak akhir tahun 1978, konon telah memulihkannya. Pada tahun 1980, masih sekitar 88 persen rakyat Kampuchea yang menganut agama Budha.
Pendidikan Kampuchea
Pemerintah berusaha untuk memperbaiki sistem pendidikan negeri ini dan memberantas buta aksara. Jumlah sekolah negeri ditingkatkan, sementara para biarawan Budha tetap memberikan pendidikan secara tradisional di desa-desa kecil. Namun, di masa pemerintahan Khmer Merah (1975 - 1979), pendidikan maupun agama dihalang-halangi, dan banyak biarawan serta kaum intelektual yang dib*nuh. Akibatnya, pada tahun 1980, dari seluruh penduduk berusia 15 tahun ke atas, masih sekitar 52 persen buta huruf.
Menurut laporan terakhir, pada tahun ajaran 1983/1984, di negeri ini terdapat 3.600 lebih sekolah dasar, 200 lebih sekolah lanjutan dan 13 sekolah kejuruan, dengan jumlah siswa seluruhnya 1.650.000 lebih. Perguruan tinggi hanya ada 2 buah.