Perang Asimetrik dan jenisnya
Perang Asimetrik dilakukan secara nirmiliter (tanpa kekuatan militer), jangkauan area perangpun lebih luas dari perang militer, dan dapat dilakukan tanpa mendeklarasikan perang atau mengerahkan pasukan. Aspek yang dapat dijangkaupun bukan hanya sekadar militer atau politik.
Lebih luas lagi Perang Asimetrik memiliki daya untuk mempengaruhi segala aspek kehidupan. Prinsip yang digunakan dalam Perang Asimetrik adalah menggunakan sumber daya seminimal mungkin untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Sasaran Perang Asimetrik Foto
- Membelokan sistem suatu negara
- Melemahkan ideology serta pola pikir masyarakat secara masif
- Menghancurkan ketahanan pangan dan kekuatan pertahanan dengan mempengaruhi gaya hidup masyarakat
- Menciptakan suatu ketergantungan suatu negara terhadap negara lain
Jenis Perang Asimetrik
Amerika dan Rusia dibalik konflik Suriah
- Proxy War: Konfik antara dua negara atau lebih dimana negara yang bertikan tidak turun secara langsung. Melainkan melibatkan negara lain untuk berperang satu sama lain dibawah pengaruh negara yang berkonfik.
- Information Warfare: Tindakan dengan menjaga, serta melindungi integeritas sistem informasi sendiri dari gangguan upaya perusakan oleh lawan.
- Hybrid Warfare: Suatu strategi militer dalam mengkombinasikan taktik perang konvensional, irregular, dan Perang Cyber.
- Pemberontakan PRRI/PERSEMSTA 1957-1961: Tertembaknya pesawat Amerika Serikat ( CIA/Allen Pope) dalam konflik PERSEMESTA disinyalir membuka keterlibatan Amerika Serikat dalam pemberontakan PERSEMESTA kepada NKRI.
- Lepasnya Timor-Timor 1999: Refrendum kemerdekaan provinsi Timor-Timor yang ditunggangi kepentikan politik Australia di Timor-Timor yang menyebabkan lepasnya Timor-Timor akibat kekalahan Indonesia di Mahkamah Internasional
- Gerakan Aceh Merdeka 1975-2005: Upaya suplai senjata, pelatihan militer, dan penyandang dana sebagai perbekalan mendukung GAM yang dilakukan oleh negara lain (beberapa yang terungkap adalah Afgahnistan)
Peningkatan Kewaspadaan Indonesia Peta Persebaran Pangkalan Militer AS di Asia Tenggara. Foto: Jalur Militer
Indonesia diharapkan dapat mawas diri dalam menghadapi ancaman Perang Asimetik ini. Perlu disadari bahwa sekarang ini Indonesia berposisi sebagai negara penghasil bahan baku, selain menjadikan potensi pertahanan pangan, Indonesia bisa menjadi target pendudukan, jika suatu saat terjadi perang. Saat ini, negara yang menjadi ancaman kedaulatan bangsa adalah Amerika Serikat.
Terdapat sekitar 15 pangkalan militer Amerika Serikat yang mengelilingi Indonesia. Pangkalan militer tersebut terletak di negara yang memiliki kedekatan dengan Amerika Serikat di kawasan Asia Tenggara: Singapura, Papua New Guini, Thailand, Malaysia, Australia, Jepang, dll.
Seperti yang kita ketahui pada masa pendudukan Jepang (1942-1945). Jepang menduduki Indonesia sebagai upaya untuk memanfaatkan SDAnya untuk mendukung keperluan Perang Asia Timur Raya, pasca dijatuhkannya embargo minyak oleh Amerika Serikat kepada Jepang.
Indonesia diperas habis-habisan oleh Jepang untuk memenuhi kebutuhan peperangan, misalnya untuk memenuhi kebutuhan minyak mentah, minyak jarak, dan pemenuhan kebutuhan beras untuk pangan pasukan Jepang (karena Jepang menjadikan nasi sebagai makanan pokok).
Hal tersebut pula dilakukan oleh Nazi Jerman dalam upaya menyerang Uni Soviet pada Perang Dunia II (1939-1945). Dalam upaya menaklukan kota Moskow yang merupakan ibukota Uni Soviet. Jerman terlebih dahulu menaklukkan Kota Kiev dan Ukraina yang menjadi pemasok gandum di Jerman, dan itulah yang dibutuhkan oleh Jerman untuk memenuhi kebutuhan pangan pasukan yang saat itu terjebak dimusim dingin saat peperangan.
Oleh karena itu kita sebagai bangsa Indonesia perlu waspada terhadap upaya penghancuran dari dalam. Moral dan kehidupan masyarakat kita tengah diuji saat ini. Maraknya tontonan yang tak pantas meracuni pola pikir generasi penerus bangsa.
Hal ini terus menjadi sumber kekhawatiran kita akan generasi yang mempertahankan kemerdekaan kita. Jangan sampai Indonesia terseret ke dalam kehancuran yang disebabkan oleh ketidakmampuan bangsa Indonesia sendiri dalam menangkal arus globalisasi yang turut berperan di dalam Perang Asimetrik ini.