Pemberontakan PKI setelah Indonesia merdeka
Dalam suasana perjuangan baik perjuangan senjata maupun dengan cara diplomasi atau perundingan, bngsa Indonesia juga menghadapi rongrongan dari dalam negeri sendiri. Hal ini terutama dilakukan oleh PKI. Pada tahun 1948 PKI melancarkan pemberontakan di Madiun. Pemberontakan ini terjadi setelah ditandatanganinya Perjanjian Renville.
Isi persetujuan Renville ternyata sangat merugikan Indonesia, karena wilayah RI menjadi semakin sempit. Oleh sebab itu, Kabinet Amir Syarifuddin mendapat kecaman dan tidak dipercaya lagi. Jatuhlah Kabinet Amir dan digantikan Kabinet Hatta.
Setelah tergeser dari jabatannya, Amir Syarifuddin bergabung dengan PKI. Dan saat itu Muso, seorang tokoh PKI yang sudah lama tinggal di Uni Sovyet kembali ke Indonesia.
Pada tanggal 18 September 1948. kedua tokoh Muso dan Amir Syarifuddin memimpin pemberontakan PKI di Madiun. Tujuannya ingin membentuk negara komunis. Sementara Madiun dapat dikuasai oleh kaum pemberontak. Secara kejam para pemberontak mengadakan pembunuhan terhadap para pejabat dan pemimpin yang dianggap musuh PKI.
Sehubungan dengan itu, dengan cepat pemerintah dibawah Bung Hatta mengerahkan TNI Divisi Siliwangi pimpinan Kolonel Gatot Subroto. Pada tanggal 30 Septembet 1948, Madiun dapat direbut kembali. Pemberontakan dapat ditumpas. Amir Syarifuddin dan Muso berusaha melarikan diri, namun kemudian tertangkap dan selanjutnya dihukum mati.
Demikian akhirnya Pemerintah Republik Indonesia berhasil mengatasi pengkhianatan PKI. Dapat dibayangkan bagaimana beratnya pemerintah waktu itu, yang harus menghadapi ancaman Belanda sekaligus pemberontak dari dalam negeri sendiri yang berusaha merongrong kedaulatan negara.