Sejarah bercocok tanam
Dilihat dari sejarah asal mula kegiatan bercocok tanam di seluruh dunia Vavilov (Rusia) dan G.P Murdock menyatakan ada 8 daerah, yaitu :
1. Daerah sungai-sungai besar di Asia Tenggara (Mengkhong, Salwen, Irawadi).
2. Daerah sungai di Asia Timur (Hoangho, Yangtse) dan sungai Gangga.
3. Asia Barat Daya (di lembah sungai Tigris dan Eufrat di Iraq).
4. Daerah Laut Tengah seperti Mesir, Palestina, Italia dan Spanyol.
5. Daerah Afrika Timur, misalnya Abesinia.
6. Daerah Afrika Barat, misalnya daerah Senegal.
7. Daerah Mexico Selatan dan lembah Mississippi di Amerika Serikat.
8. Daerah Peru di Amerika Latin, sebagai daerah asal kentang dan ubi.
Menurut para ahli Prehistori, kegiatan bercocok tanam itu dimulai sejak jaman Naeolitik (jaman Batu Baru), hanya untuk masing-masing wilayah itu berlainan. Di wilayah Indonesia diduga telah berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu.
Sedangkan jika dilihat dari lahan dan cara pengerjaannya, dapat dibedakan atas bercocok tanam di ladang dan bercocok tanam menetap. Berikut akan saya bahas lebih rinci :
1. Bercocok tanam di ladang
Bercocok tanam di ladang ialah jenis pertanian kering yang tanpa irigasi, dengan cara pengolahan yang amat sederhana, kegiatannya meliputi :
- penebangan hutan dan pembakaran semak belukarnya agar bersih.
- tanah yang telah terbuka itu ditanami beberapa kali saja.
- setelah tidak produktif lalu ditinggalkan dan petani itu menebang hutan lainnya dan membakarnya pula agar bersih.
- tanah yang ditinggalkan tadi selama 10-15 tahun telah menjadi hutan kembali (hutan sekunder), kemudian dibuka dan ditanami lagi.
Kegiatan berladang (huma) banyak dilakukan di kawasan hutan tropis seperti : Guinea, Afrika Barat, Kongo, Afrika Tengah, Srilangka, Asia Tenggara, Kepulauan Polynesia, Amerika Tengah dan lembah Amazone.
Disamping itu berladang juga dilakukan di daerah hutan sabana seperti di Afrika Barat, Tengah, Timur dan Selatan.
Di Indonesia, kegiatan bercocok tanam di ladang masih banyak dilakukan oleh beberapa suku bangsa pada berbagai pulau, kecuali Jawa dan Bali. Sebab pertanian di Jawa dan Bali seluruhnya sudah menetap dan sangat intensif.
Di samping itu hutan yang tersisa di Jawa dan Bali tinggal sedikit, dan tidak boleh dibuka untuk lahan pertanian. Bentuk keluarga dalam kesatuan kerja pada produksi peladangan biasanya keluarga inti (nuclear family) dan keluarga luas (extended famuliy).
2. Bercocok tanam menetap
Bercocok tanam dengan cara menetap mulai muncul bersamaan dengan kemajuan tehnik manusia dalam mengatasi berbagai rintangan alam. Bercocok tanam menetap menyebar ke berbagai daerah di dunia, yaitu :
a. Daerah tropik yang berhutan lebat di Asia Tenggara maupun yang berupa sabana seperti di Rhodesia (Afrika Selatan) dan Brazilia.
b. Daerah sub tropik seperti daerah sekitar Laut Tengah, daerah Yangtse (Cina), daerah California dan Argentina Utara.
c. Daerah setengah dingin, misalnya pada daerah-daerah hulu-hulu sungai besar di Asia Tengah dan Amerika utara.
Dalam kegiatan tersebut ada yang hanya menggunakan cangkul dan tugal, belum enggunakan bajak. Bercocok tanam yang demikian disebut hand agriculture atau hoe agriculture (hoe = cangkul).
Kegiatan semacam ini masih dilakukan di Afrika sebagain Asia Tenggara, Amerika utara, Amerika Tengah dan Amerika Selatan oleh suku-suku Indian dan suku-suku bangsa di kepulauan Oceania.
Bercocok tanam yang sudah menggunakan bajak disebut ploug agriculture. Cara ini lebih baik, lebih intensif dan hasilnya lebih besar. Kegiatan ini dilakukan oleh berbagai bangsa di dunia.
Dalam bercocok tanam menetap manusia sudah berusaha untuk tetap menjaga kesuburan tanahnya, antara lain : dengan mengintensifkan cara pengolahan tanah, dengan memberi pupuk kandang atau pupuk hijau, dengan mengatur pergantian jenis tanamannya dan dengan irigasi yang baik.
Sifat bercocok tanam menetap
Masyarakat yang hidup dari bercocok tanam menetap biasanya memiliki sifat-sifat tertentu yang khas, antara lain :
a. membentuk suatu komunitas-komunitas yang berupa desa-desa.
b. setiap warga desa memiliki kepribadian kelompok dan solidaritas yang sangat kuat serta saling kenal-mengenal secara mendalam.
c. interaksi sosial berjalan secara alami, intensif dan kontinyu.
d. masyarakat petani bersifat Gemeinschft (paguyuban).
e. dalam mengerjakan sawahnya masih dipengaruhi hal-hal yang bersifat mistik, magis dan religius sesuai dengan kepercayaan yang diwariskan oleh nenek moyangnya.
Untuk menghindari akibat-akibat negatif dari kepercayaan itu, para petani sering mengadakan selamatan, antara lain pada setiap akan turun ke sawah, setiap akan menanam, setiap akan menuai padinya, setiap selesai memanen yang disebut Bersih Desa atau Sedekah Bumi atau Rasulan.
Kebiasaan demikian masih ada dalam masyarakat petani Jawa dan mungkin juga pada masyarakat petani di luar Jawa, tetapi frekuensinya mulai berkurang.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kehidupan ekonomi masyarakat tradisional, masih dipengaruhi oleh cara berpikir yang religius-magis yang kurang/tidak rasional sehingga dapat menghambat pertumbuhan ekonomi mereka.
Sehubungan dengan itu, jika hendak memajukan ekonomi masyarakat pedesaan pedesaan yang tradisional, mak di samping usaha-usaha lain yang sudah ditempuh, juga perlu diadakan perubahan cara berpikir masyarakat ke arah berpikir secara ekonomis, rasional dan obyektif.
Baca juga: Kehidupan masa bercocok tanam dan hidup menetap
Baca juga: Kehidupan masa bercocok tanam dan hidup menetap