Masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie
Turunnya Soeharto dari jabatan kepresidenan pada tanggal 21 Mei 1998 menjadi awal lahirnya era Reformasi di Indonesia. Perkembangan politik ketika itu ditandai dengan pergantian presiden di Indonesia. Seperti telah di bahas pada Kronologi reformasi indonesia tahun 1998, bahwa Segera setelah Soeharto mengundurkan diri, Mahkamah Agung mengambil sumpah Baharuddin Jusuf Habibie sebagai presiden.
Masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie berlangsung dari tanggal 21 Mei 1998 sampai 20 Oktober 1999. Pengangkatan Habibie sebagai presiden ini memunculkan kontroversi di masyarakat. Pihak yang pro menganggap pengangkatan Habibie sudah konstitusional, sedangkan pihak yang kontra menganggap bahwa Habibie sebagai kelanjutan dari era Soeharto dan pengangkatannya dianggap tidak konstitusional.
Masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie berlangsung dari tanggal 21 Mei 1998 sampai 20 Oktober 1999. Pengangkatan Habibie sebagai presiden ini memunculkan kontroversi di masyarakat. Pihak yang pro menganggap pengangkatan Habibie sudah konstitusional, sedangkan pihak yang kontra menganggap bahwa Habibie sebagai kelanjutan dari era Soeharto dan pengangkatannya dianggap tidak konstitusional.
Presiden B.J. Habibie |
Pidato Pertama Habibie
Pengambilan sumpah beliau sebagai presiden dilakukan di Credential Room, Istana Merdeka. Dalam pidato yang pertama setelah pengangkatannya, B.J. Habibie menyampaikan hal-hal sebagai berikut :- Mohon dukungan dari seluruh rakyat Indonesia.
- Akan melakukan reformasi secara bertahap dan konstitusional di segala bidang.
- Akan meningkatkan kehidupan politik pemerintahan yang bersih dan bebas dari praktik-praktik KKN.
- Akan menyusun kabinet yang sesuai dengan tuntutan zaman.
Langkah Habibie setelah reformasi
Berikut langkah-langkah yang dilakukan Presiden B.J. Habibie untuk mengatasi keadaan yang carut-marut dan menciptakan Indonesia baru yang bebas KKN.
Membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan
Kabinet Reformasi Pembangunan dibentuk pada tanggal 22 Mei 1998, terdiri atas unsur-unsur perwakilan dari ABRI, Golkar, PPP, dan PDI. Pada tanggal 25 Mei 1998 diadakan pertemuan pertama. Pertemuan ini berhasil membentuk komite untuk merancang undang-undang politik yang lebih longgar, merencanakan pemilu dalam waktu satu tahun dan menyetujui masa jabatan presiden dua periode. Upaya ini mendapat sambutan positif dari masyarakat.
Perbaikan bidang ekonomi
Berikut langkah-langkah yang dilakukan B.J. Habibie agar bangsa Indonesia dapat segera keluar dari krisis ekonomi.
- Melakukan rekapitulasi perbankan.
- Merekonstruksi perekonomian nasional.
- Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat di bawah Rp 10.000,00.
- Melikuidasi beberapa bank bermasalah.
- Melaksanakan reformasi ekonomi seperti yang disyaratkan IMF.
Melakukan reformasi di bidang politik
Reformasi di bidang politik yang dilakukan adalah dengan memberikan kebebasan kepada rakyat Indonesia untuk membentuk partai-partai politik, serta rencana pelaksanaan pemilu yang diharapkan menghasilkan lembaga tinggi negara yang benar-benar representatif.
B.J. Habibie membebaskan narapidana politik seperti Sri Bintang Pamungkas (mantan anggota DPR yang dipenjara karena mengkritik Presiden Soeharto) dan Muchtar Pakpahan (pemimpin buruh yang dituduh memicu kerusuhan di Medan tahun 1994). Beliau juga mencabut larangan berdirinya serikat-serikat buruh independen. Amnesti pembebasan Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar Pakpahan dikukuhkan dalam keppres No. 80 Tahun 1998.
B.J. Habibie membebaskan narapidana politik seperti Sri Bintang Pamungkas (mantan anggota DPR yang dipenjara karena mengkritik Presiden Soeharto) dan Muchtar Pakpahan (pemimpin buruh yang dituduh memicu kerusuhan di Medan tahun 1994). Beliau juga mencabut larangan berdirinya serikat-serikat buruh independen. Amnesti pembebasan Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar Pakpahan dikukuhkan dalam keppres No. 80 Tahun 1998.
Kebebasan menyampaikan pendapat
Presiden B.J. Habibie mengeluarkan kebijakan untuk membuat Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF). Tugasnya adalah mencari segala sesuatu yang berhubungan dengan kerusuhan 13-14 Mei 1998 di Jakarta. Ketuanya adalah Marzuki Darusman.
Presiden juga mengeluarkan satu kebijakan yang tertuang dalam undang-undang No. 9 Tahun 1998 yang berisi tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan Tata Cara Berdemonstrasi. Bentuk penyampaian pendapat di muka umum dapat berupa unjuk rasa atau demonstrasi, pawai, rapat umum, dan mimbar bebas.
Ketentuan tersebut dinyatakan pada pasal 9 (2) UU No. 9 Tahun 1998. Presiden B.J. Habibie juga mencabut UU No. II/PNPS/1963 tentang Pemberantasan Aksi Subversi dengan mengeluarkan UU No. 26 Tahun 1999.
Presiden juga mengeluarkan satu kebijakan yang tertuang dalam undang-undang No. 9 Tahun 1998 yang berisi tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan Tata Cara Berdemonstrasi. Bentuk penyampaian pendapat di muka umum dapat berupa unjuk rasa atau demonstrasi, pawai, rapat umum, dan mimbar bebas.
Ketentuan tersebut dinyatakan pada pasal 9 (2) UU No. 9 Tahun 1998. Presiden B.J. Habibie juga mencabut UU No. II/PNPS/1963 tentang Pemberantasan Aksi Subversi dengan mengeluarkan UU No. 26 Tahun 1999.
Pelaksanaan Sidang Istimewa MPR 1998
Untuk mengatasi krisis politik berkepanjangan, maka diadakan sidang istimewa MPR yang berlangsung dari tanggal 10-13 November 1998. Menjelang diselenggarakan sidang tersebut terjadi aksi unjuk rasa para mahasiswa dan organisasi sosial politik.
Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan dilaksanakan pengamanan. Jumlah aparat yang dikerahkan yaitu polisi dan TNI mencapai 150 SSK (Satuan Setingkat Kompi). Untuk pertama kalinya pengamanan Sidang Istimewa MPR melibatkan warta sipil yang dikenal dengan nama Pam Swakarsa.
Anggota Pam Swakarsa terdiri dari Forum Umat Islam Penegak Keadilan dan Konstitusi (Furkon) dengan basis di Masjid Istiqlal, organisasi kepemudaan seperti Pemuda Pancasila, Banser (GP Ansor), AMPI, FKPPI, dan Kelompok Pendekar Banten.
Dengan adanya tekanan massa yang terus-menerus, akhirnya pada tanggal 13 November 1998 Sidang Istimewa MPR 1998 ditutup. Sidang Istimewa MPR berakhir dengan menghasilkan 12 ketetapan yang diwarnai voting dan aksi walk out.
Mengenai kedua belas ketetapan tersebut selengkapnya silahkan baca di 12 ketetapan Sidang Istimewa MPR 1998
Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan dilaksanakan pengamanan. Jumlah aparat yang dikerahkan yaitu polisi dan TNI mencapai 150 SSK (Satuan Setingkat Kompi). Untuk pertama kalinya pengamanan Sidang Istimewa MPR melibatkan warta sipil yang dikenal dengan nama Pam Swakarsa.
Anggota Pam Swakarsa terdiri dari Forum Umat Islam Penegak Keadilan dan Konstitusi (Furkon) dengan basis di Masjid Istiqlal, organisasi kepemudaan seperti Pemuda Pancasila, Banser (GP Ansor), AMPI, FKPPI, dan Kelompok Pendekar Banten.
Dengan adanya tekanan massa yang terus-menerus, akhirnya pada tanggal 13 November 1998 Sidang Istimewa MPR 1998 ditutup. Sidang Istimewa MPR berakhir dengan menghasilkan 12 ketetapan yang diwarnai voting dan aksi walk out.
Mengenai kedua belas ketetapan tersebut selengkapnya silahkan baca di 12 ketetapan Sidang Istimewa MPR 1998
4 Akomodasi Tuntutan Reformasi
Dari 12 ketetapan tersebut, terdapat empat ketetapan yang memperlihatkan adanya upaya untuk mengakomodasi tuntutan reformasi. 4 ketetapan tersebut adalah :
- Ketetapan MPR No. VIII Tahun 1998 yang memungkinkan UUD 1945 dapat diamandemen.
- Ketetapan MPR No. XII Tahun 1998 mengenai Pencabutan Ketetapan MPR No. IV Tahun 1993 tentang Pemberian Tugas dan Wewenang Khusus Kepada Presiden/ Mandataris MPR dalam Rangka Menyukseskan Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila.
- Ketetapan MPR No. XIII Tahun 1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Maksimal Dua Periode.
- Ketetapan MPR No.VIII Tahun 1998 yang menyatakan Pancasila tidak lagi dijadikan sebagai asas tunggal. Seluruh organisasi sosial dan politik tidak wajib menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas organisasi.
Pemilihan umum tahun 1999
Pemilu pertama setelah reformasi bergulir diadakan pada tanggal 7 Juni 1999. Penyelenggaraan pemilu ini dianggap paling demokratis bila dibandingkan dengan pemilu-pemilu sebelumnya. Pemilu ini dilaksanakan dengan prinsip luber dan jurdil. Pemilu ini diikuti oleh 48 partai politik yang telah lolos verifikasi dan memenuhi syarat menjadi OPP (Organisasi Peserta Pemilu) dari 141 partai politik yang mendaftar di Departemen Dalam Negeri.
Pemenang pertama pemilu tahun 1999 adalah PDIP (Megawati Soekarnoputri) yang memperoleh 33,76% suara, posisi kedua diduduki Golkar dengan 22,46% suara, PKB (K.H. Abdurrahman Wahid) dengan 12,62% suara. Urutan keempat adalah PPP dengan 10,71% suara, dan dilanjutkan dengan PAN (Amien Rais) dengan 7,12% suara. Sisa suara tersebar ke-43 partai lainnya. Hasil pemilu ini menunjukkan tidak ada satu partai pun yang memperoleh suara mutlak.
MPR yang terbentuk melalui hasil pemilu 1999 berhasil menetapkan GBHN, melakukan amandemen pertama terhadap UUD 1945, serta presiden dan wakil presiden. Pada tanggal 20 Oktober 1999 MPR berhasil memilih K.H. Abdurrahman Wahid sebagai presiden keempat RI dan sehari kemudian memilih Megawati Soekarnoputri sebagai wakil presiden.
Baca juga:
Selanjutnya baca : Masa pemerintahan K.H. Abdurrahman Wahid
Pemenang pertama pemilu tahun 1999 adalah PDIP (Megawati Soekarnoputri) yang memperoleh 33,76% suara, posisi kedua diduduki Golkar dengan 22,46% suara, PKB (K.H. Abdurrahman Wahid) dengan 12,62% suara. Urutan keempat adalah PPP dengan 10,71% suara, dan dilanjutkan dengan PAN (Amien Rais) dengan 7,12% suara. Sisa suara tersebar ke-43 partai lainnya. Hasil pemilu ini menunjukkan tidak ada satu partai pun yang memperoleh suara mutlak.
MPR yang terbentuk melalui hasil pemilu 1999 berhasil menetapkan GBHN, melakukan amandemen pertama terhadap UUD 1945, serta presiden dan wakil presiden. Pada tanggal 20 Oktober 1999 MPR berhasil memilih K.H. Abdurrahman Wahid sebagai presiden keempat RI dan sehari kemudian memilih Megawati Soekarnoputri sebagai wakil presiden.
Baca juga:
Selanjutnya baca : Masa pemerintahan K.H. Abdurrahman Wahid