Habibie dalam Notonagoro
No-To yang pertama telah jelas terbukti, yaitu Soekarno (berakhiran No) dan Soeharto (berakhiran To). Keduanya bisa di baca pada Soekarno dalam ramalan Jayabaya dan Soeharto dalam jangka Jayabaya. Sekarang, bagaimana dengan kata Na atau Ne dalam ramalan Jayabaya tersebut? Siapakah yang dimaksud tokoh ketiga ini?
Pemimpin dari dari Nusa Srenggi
Setelah lenyapnya kekuasaan dua raja sebelumnya, Jayabaya meramalkan datangnya seorang pemimpin baru dari negeri seberang, yaitu dari Nusa Srenggi (Sulawesi). Dialah Presiden B.J. Habibie.
Faktanya, meski sangat singkat, Habibie adalah mantan presiden ke-3 Indonesia menggantikan Soeharto yang lengser keprabon pada tahun 1998. Mengapa Soeharto lengser dari jabatannya? Silahkan baca selengkapnya di Kronologi reformasi indonesia tahun 1998.
Foto Habibie |
Kata Na Dalam Notonagoro
Kembali ke pokok bahasan, lalu di manakah kata "Na" dalam notonagoro atau "Ne" pada nama Habibie? Jika kita lihat secara literal, tentunya sampai kiamat pun kita tidak akan menemukan kata na pada nama presiden ketiga Indonesia itu.Tetapi, jangan keburu mengecap ramalan Jayabaya itu salah atau tidak terbukti. Justru, kata na dari ramalan Jayabaya Notonagoro itu adalah kata kiasan yang memang menunjuk pada sosok BJ Habibie.
Jika mengacu pada kata Notonagoro, di mana pemilik akhiran nama na adalah presiden ketiga Indonesia, maka kita harus mengonversi nama B.J. Habibie ke dalam konotasi lain. Sederhananya, kita dapat menggunakan arti kata dari nama Habibie dalam menafsirkan kata "na" ini.
Habibie dalam bahasa Jawa artinya tresno atau tresna. Nah, aaaaarti nama Habibie inilah yang kemudian menjadi bukti kebenaran ramalan Jayabaya Notonagoro.
Mengapa yang digunakan adalah makna dari nama Habibie? Sebab Habibie bukanlah asli orang Jawa. Berbeda jika ia adalah orang Jawa, maka perlu diartikan terlebih dahulu seperti nama Soekarno dan Soeharto. Dengan demikian, ramalan Notonagoro telah terbukti benar.
Tetapi, janganlah percaya kepada ramalan, hanya Yang Maha Kuasa yang Maha Tahu.