Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sejarah tahap terjadinya Revolusi Prancis

Etats Generaux (Dewan Permusyawaratan Rakyat)

Pembentukan Etats Generaux menyebabkan berkembangnya keprihatinan pada pihak oposisi bahwa pemerintah akan berusaha seenaknya membentuk sebuah Dewan sesuai dengan keinginannya. Untuk menghindarinya, Parlemen Paris setelah kembali ke kota dengan kemenangan mengumumkan bahwa Etats Generaux harus dibentuk sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam pertemuan sebelumnya.

Pada tanggal 5 Mei 1789, Raja Louis XVI memanggil Etats Generaux untuk bersidang. Sidang ini membahas tentang cara memperoleh uang, guna mengisi kas negara yang kosong. Sidang mengalami kegagalan karena tidak memperoleh kesepakatan, dan akhirnya sidang dibubarkan.

Anggota Dewan Permusyawaratan Rakyat terdiri dari golongan I (golongan agama) berjumlah 300 orang, golongan II (golongan bangsawan), berjumlah 300 orang, serta golongan III (golongan pedagang dan rakyat) berjumlah 600 orang.

Gambar lampiran Sejarah terjadinya Revolusi Prancis

Dalam sidang terjadi perbedaan pendapat tentang cara pemungutan suara. Perbedaan itu adalah golongan I dan II menghendaki pemungutan suara pergolongan. Sebaliknya golongan III menghendaki pemungutan suara perorang.

Latar belakang perbedaan tersebut adalah jika pemungutan suara dilakukan pergolongan maka golongan I dan II akan menang, karena mereka satu suara. Oleh karena itu, golongan III menghendaki pemungutan suara perorang karena jumlah perwakilannya banyak (600 orang). Oleh karena tidak ada kesepakatan, akhirnya sidang dibubarkan.

Assemble Nationale (Dewan Nasional)

Golongan II mengumumkan pembentukan Dewan Nasional sebagai dewan perwakilan di Prancis, pada tanggal 17 JUni 1789. Pembentukan dewan ini mempunyai arti penting, sebab dengan demikian dewan perwakilan di Prancis bukan lagi di dasarkan pada golongan-golongan melainkan merupakan Dewan Rakyat Prancis. Hal ini berarti perombakan masyarakat Prancis yang feodalis menjadi masyarakat yang demokratis.

Assemble Nationale Constituante (Dewan Konstitusi Nasional)

Kemarahan rakyat di berbagai kota semakin merebak pada saat Assemble Nationale bersidang. Hal tersebut terjadi akibat dari pengangguran, beban pajak dan ketidakadilan yang tak kunjung berhenti. Kemarahan tersebut semakin memuncak saat rakyat menyaksikan gerakan pasukan Prancis mengepung tempat bersidang.

Pada tanggal 14 Juli 1789, kemarahan rakyat tidak terbendung lagi. Gerakan pasukan Prancis ke tempat bersidang mereka anggap kesewenang-wenangan pemerintah terhadap gerakan pembaharuan. Kemudian dengan senjata seadanya, rakyat Prancis bergerak menuju penjara Bastille. Jatuhnya penjara Bastille melambangkan jatuhnya tirani.

Jatuhnya penjara Bastille menggugah keberanian rakyat di kota-kota lainnya untuk bergerak. Rakyat lalu menghancurkan segala sesuatu yang mewakili tirani seperti membantai para bangsawan dan rohaniawan, serta menghancurkan atau menjarah harta benda mereka.

Pada tanggal 4 Agustus 1789, Assemble Nationale memberlakukan hukum yang menghapus semua hak istimewa kaum rohaniawan dan bangsawan. Tiga minggu kemudian, dewan tersebut mengeluarkan deklarasi hak asasi manusia dan warga negara yang disebut "Declaration des Droits de I'Homme et du Citoyen".

Deklarasi itu menyatakan bahwa semua manusia dilahirkan bebas dan mempunyai hak yang sama. Dokumen itu juga menyatakan bahwa semua manusia sama di hadapan hukum, bebas berpendapat dan beragama.

Atas dasar deklarasi tersebut, Assemble Nationale membentuk pemerintahan revolusioner. Tanggal 14 Juli 1790 UUD Prancis disahkan. Dengan demikian pemerintahan Prancis telah berubah menjadi monarki konstitusional (kerajaan dengan undang-undang dasar) yang membatasi kekuasaan raja.

Raja menyetujui adanya undang-undang dasar tersebut dan bersumpah untuk setia. Namun, tiba-tiba raja Prancis melarikan diri dan tertangkap oleh rakyat, sebelum akhirnya dikembalikan ke Paris.

Masa pemerintahan Legislatif

Setelah Dewan Konstitusi Nasional dibubarkan, pemerintahan di Prancis diganti menjadi pemerintahan legislatif. Pada masa itu, terjadi perebutan kekuasaan antara golongan bangsawan dan rakyat tentang bentuk negara. Bangsawan menghendaki bentuk negara monarki konstitusional, sedangkan rakyat menghendaki bentuk negara republik. Dalam situasi yang kacau ini, tampillah Robespiere untuk mengambil kekuasaan.

Masa Dewan Konvensi Nasional tahun 1792-1795

Robespiere adalah pemimpin Dewan Konvensi Nasional. Tampilnya dia dalam pengambilan kekuasaan merupakan kemenangan rakyat terhadap golongan bangsawan (borjuis). Pada tahun 1792 Prancis menjadi negara republik.

Tindakan Robespiere untuk menyelamatkan negara adalah membentuk pemerintahan pusat yang kuat, membersihkan musuh-musuh dari dalam negeri, memperbaiki keadaan ekonomi, menyelamatkan negara dari ancaman luar negeri, menyita harta milik golongan bangsawan yang lari ke luar negara, dan para petani diberi sebagian dari hasil tanahnya, sedangkan sisanya dijual kepada negara.

Akibat tindakan-tindakan yang dilakukannya, Robespiere dihukum mati dengan pisau guillotine. Hal yang memicu hukuman itu karena ia dianggap bersalah pada saat membagi-bagi harta kekayaan golongan bangsawan (borjuis).

Masa pemerintahan direktorat 1795-1799

Setelah golongan borjuis berhasil menggulingkan Robespiere, mereka kemudian membentuk pemerintahan direktorat. Pemerintahan ini dijalankan atau dipimpin oleh 5 orang direktur. Kelima direktur tersebut adalah : Barra, Moulin, Gobier, Roger Ducas, dan Seiyas. Maksud pembentukan pemerintahan direktorat adalah untuk memberi gambaran pemerintahan yang demokratis.

Sementara itu, anggota DPR didominasi oleh golongan bangsawan sehingga kedudukannya semakin kuat. Sebaliknya, golongan ketiga yang terdiri dari rakyat dan pedagang (Republikan) semakin tidak berdaya. Hal ini menyebabkan situasi politik menjadi tegang.

Pada waktu itu, Napoleon Bonaparte pulang dari tugas di Italia. Ia kemudian mengadakan perebutan kekuasaan. Akibatnya pemerintahan direktorat dapat dibubarkan. Napoleon Bonaparte berhasil mendirikan pemerintahan consulat tahun 1799 yang terdiri dari 3 orang konsul, yaitu : Napoleon Bonaparte, Seiyas, dan Roger Ducas.

Masa pemerintahan Consulat 1799-1804

Napoleon Bonaparte memiumpin pemerintahan Consulat. Ia menjadi konsul yang pertama. Pemerintahannya bersifat otoriter. Napoleon Bonaparte adalah semua pengambil keputusan. Ia menyusun kitab hukum untuk Prancis yang terkenal dengan nama "Code Napoleon".

Pada tahun 1801, ia berhasil menjalin hubungan damai dengan Paus. Perdamaian itu diwujudkan dengan penandatanganan Concordat. Setelah itu Prancis mengalami kemenangan terus di Eropa. Pada tahun 1804, Napoleon Bonaparte menobatkan dirinya menjadi Kaisar Prancis. Penobatannya dilakukan di Paus Pius VII.

Kebijakan Napoleon Bonaparte

Kebijakan-kebijakan Napoleon Bonaparte sebagai berikut :
1. Masa pemerintahan Bonaparte
Napoleon Bonaparte melaksanakan pemerintahan dengan sistem militer dan keras, sehingga segala perintahnya harus dijalankan dengan baik oleh bawahannya.

2. Politik Napoleon Bonaparte
- Politik dalam negeri Napoleon ditempuh dengan membentuk pemerintahan yang stabil dan kuat, melaksanakan politik dinasti dengan menempatkan saudara-saudaranya sebagai raja-raja di Eropa, dan menyusun kitab undang-undang (hukum) yang disebut dengan Code Napoleon, yang terdiri dari Code Civil, Code Penal dan Code Commerce.

-Politik luar negeri Napoleon Bonaparte ditempuh dengan cara membentuk Prancis menjadi negara yang terbesar di Eropa dan membentuk seluruh Eropa sebagai satu federasi di bawah kekuasaan Prancis.

Baca juga: Pengaruh Revolusi Prancis bagi Indonesia


Kunjungi: Sejarah Dunia Lainnya
Supriyadi Pro
Supriyadi Pro Nama asli saya Supriyadi dan populer Supriyadi Pro. Saya seorang Expert wordpress developer freelancer, content writer, editor. Memiliki minat besar pada dunia teknologi, sains, seni budaya, social media, dan blogging. Saya kelahiran suku Jawa, di Wonogiri, Jawa Tengah yang ahli bahasa Jawa dan seni gamelan. Silahkan hubungi saya lewat laman yang telah disediakan atau kunjungi website profil saya di https://supriyadipro.com