Lahirnya Dewan Perwakilan Daerah DPD
Lahirnya Dewan Perwakilan Daerah DPD - DPD adalah lembaga dalam ketatanegaraan Republik Indonesia yang merupakan wakil-wakil daerah provinsi dan dipilih melalui pemilihan umum. Lembaga tersebut merupakan salah satu lembaga yang lahir pada era reformasi.
Pada awalnya, DPD tidak terlepas dari eksistensi Fraksi Utusan Daerah (F-UD) dalam MPR. Fraksi-fraksi dalam majelis berubah menjadi pengelompokan anggota yang selain mencerminkan konfigurasi (bentuk) partai politik, TNI/Polri dan utusan golongan juga utusan daerah. Namun, meskipun F-UD sudah terbentuk, tidak semua anggota MPR dari utusan daerah mau bergabung dengan fraksi ini.
Hal ini menunjukkan rendahnya derajat keterikatan para anggota daerah ke dalam wadah perwakilan ekslusif bagi perjuangan kepentingan daerah tersebut.
Perubahan tahap ketiga UUD 1945
Melihat kondisi tersebut, maka dalam Sidang Tahunan MPR bulan November 2001, diputuskan perubahan tahap ketiga terhadap UUD 1945 yang kemudian menjadi dasar konstitusional lahirnya Lahirnya Dewan Perwakilan Daerah atau disingkat DPD.
DPD memiliki fungsi mengajukan usul, ikut dalam pembahasan dan memberikan pertimbangan yang berkaitan dengan bidang legislasi tertentu, serta mengawasi pelaksanaan undang-undang tertentu. Anggota DPD dari setiap provinsi adalah 4 orang.
Masa jabatan anggota DPD adalah lima tahun, dan berakhir bersama pada saat anggota DPD yang baru mengucapkan sumpah. Posisi ketua DPD periode 1999-2004 dipimpin oleh Ginandjar Kartasasmita. Sedangkan pada periode 2004-2009 DPD diketuai oleh Irman Gusman.
Tugas dan wewenang DPD
Adapun tugas dan wewenang DPD antara lain sebagai berikut :
1. Mengajukan RUU kepada DPR yang berkaitan dengan ekonomi daerah. Pengajuan tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut :- Hubungan pusat dan daerah.
- Pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah.
- Pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya.
- Perimbangan keuangan pusat dan daerah. Kemudian DPR mengundang DPD untuk membahas RUU.
2. Memberikan pertimbangan kepada DPR atau RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
3. Memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
4. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah. Pengawasan pelaksanaan tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut :
- Pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah.
- Hubungan pusat dan daerah.
- Pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya.
- Pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama.
5. Menerima hasil pemeriksaan keuangan negara dari BPK untuk dijadikan bahan membuat pertimbangan bagi DPR tentang RUU yang berkaitan dengan APBN.
Keberadaan lembaga-lembaga pada masa Orde Reformasi tersebut pada hakikatnya menunjukkan dibutuhkannya peran suatu badan yang dapat mengawasi perkembangan Indonesia di era reformasi ini. Pasalnya, masih banyak ditemukan adanya pelanggaran yang terutama berkaitan dengan wacana korupsi, HAM, dan hukum sebagai konsekuensi dari sikap eufori yang semu terhadap reformasi.
Baca juga:
Baca juga:
Oleh karena itu, peran lembaga-lembaga tersebut di tengah-tengah kehidupan masyarakat sangatlah vital dalam meminimalisasi segala bentuk pelanggaran tersebut.