Sejarah Pemerintahan dan Ekonomi Negara Jepang
Kilas Sejarah Jepang
Konstitusi tahun 1946, yang diberlakukan pada tanggal 3 Mei 1947, menetapkan kaisar sebagai "lambang negara dan kesatuan bangsa". Kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat, dan wewenang legislatif dipegang oleh Diet (Parlemen), yang terdiri dari dua majelis terpilih: Dewan Perwakilan (512 anggota) dan Dewan Penasihat (252 anggota).Para anggota Dewan Perwakilan dipilih oleh mereka yang telah berumur lebih dari 20 tahun untuk masa bakti selama 4 tahun ,para anggota Dewan Penasihat dipilih untuk masa bakti 6 tahun Kekuasaan eksekutif terletak di tangan kabinet, yang bertanggung jawab kepada badan legislatif.
Perekonomian Jepang
Sektor pertanian tidak lagi menjadi sektor ekonomi yang paling penting di Jepang. Dalam tahun 1955, pertanian masih dapat menyerap kira-kira 40 persen tenaga kerja dan menyumbang sekitar 20 persen pendapatan nasional. Tetapi pada tahun 1975, angka ini telah jatuh menjadi 12,7 persen dan 8 persen. Dan menurut laporan tahun 1986, sektor pertanian hanya menyerap 8,2 persen tenaga kerja dan menyumbang 3,2 persen pendapatan nasional Jepang.
Hasil utama pertanian di Jepang adalah bahan pangan. Malahan, bisa dikatakan, tanah pertanian negeri itu hampir seluruhnya ditanami tanaman pangan. Lebih dari tiga perempat hasil pertaniannya merupakan bahan pangan. Di antaranya, yang terpenting adalah padi. Produksi padi pada tahun 1985 mencapai 11.647.000 ton. Sedangkan biji-bijian lain menunjukkan penurunan, baik dalam hal luas lahan maupun dalam hal hasil.
Mungkin, penyebabnya adalah bahwa biji-bijian lain itu hanya berfungsi sebagai bahan pangan sekunder dan hanya ditanam sebagai tanaman sampingan di ladang-ladang padi. Tetapi kentang menunjukkan peningkatan dalam hal produksi. Demikian juga sayur-sayuran.
Di antara jenis sayur-sayuran yang banyak ditanam di Jepang, yang terpenting adalah lobak dan kol, ketimun, tomat, wortel, bayam, dan selada. Sedangkan buah-buahan yang paling banyak ditanam adalah jeruk dan apel.
Land reform ternyata menjadi dasar penting perekonomian Jepang. Tanah para tuan tanah yang bukan penduduk setempat serta tanah petak yang disewakan seluas lebih dari 1 ha dibeli oleh pemerintah dan dipindahkan hak pemilikannya kepada para penyewa semula.
Hal ini berpengaruh pada pendapatan para petani, karena 40-50 persen dari pendapatan mereka yang dulu disisihkan untuk membayar sewa tanah, kini dapat digunakan membeli mesin, pupuk, obat pembasmi serangga, dan sarana lain dalam usaha mengembangkan pertanian.
Pengembangan lebih lanjut makin melibatkan penduduk daerah pertanian dalam sektor ekonomi di luar pertanian. Dalam tahun 1975, misalnya, 68,7 persen pendapatan masyarakat di daerah pertanian berasal dari luar pertanian dan 87,6 persen petani Jepang bekerja di luar pertanian, terutama di pabrik-pabrik. Mesin-mesin pertanian bertenaga kecil, yang dirancang untuk mengolah tanah-tanah petak pertanian yang sempit, dapat menghemat waktu. Dengan demikian, petani memiliki waktu lebih banyak untuk pekerjaan lain.
Pembaruan lain ialah pemakaian plastik di atas persemaian padi atau kebun sayur-sayuran untuk mengurangi kerusakan akibat pembekuan, sekaligus untuk memacu pertumbuhan. Adanya bibit unggul yang tahan beku juga memungkinkan tanaman pangan ditanam pada ketinggian 900 m ataupun di daerah utara yang dulu tidak mungkin ditanami Dengan demikian, keadaan cuaca yang merugikan sekarang jarang mempengaruhi hasil panen padi.
Hasil padi yang tinggi juga mencerminkan dukungan pemerintah terhadap harga padi. Selama tahun-tahun sesudah Perang Dunia II, terutama tahun 1961 1968, setiap tahun pemerintah menaikkan harga padi, dan hal ini ternyata memperkecil kesenjangan antara pendapatan kota dan desa.
Naiknya harga produsen senantiasa disertai oleh naiknya harga konsumen secara mantap, hingga sekarang menjadi tiga kali lipat harga dunia. Demikianlah kemajuan teknologi dan kebijaksanaan pemerintah menaikkan produksi padi secara mantap, meskipun konsumsi tidak berubah.
Kehutanan Jepang
Hutan Jepang mencakup kira-kira 253.000 km2 (sekitar 67 % dari seluruh wilayah daratan). Jepang memiliki hutan yang sebagian besar di daerah pegunungan yang tak terjangkau, dan hanya 27 persen hutan yang diusahakan secara komersial. Di banyak daerah, pengelolaan yang buruk dan penebangan yang berlebihan telah mengurangi nilai hutan.
Permintaan akan kayu dari industri konstruksi Jepang naik dengan pesat. Dalam tahun 1969, hutannya hanya dapat memenuhi 55 persen dari kebutuhannya. Hokkaido menyumbang 23 % dari suplai dalam negeri, dan 15 % lainnya berasal dari Aomori, Iwate, Akita, dan Fukushima.
Perikanan Jepang
Sejak zaman dahulu, ikan telah menjadi sumber protein utama di Jepang. Hasil tangkapan ikannya terutama berasal dari arus dingin Oyashio dan arus hangat Kuroshio. Kedua arus ini bertemu di Tanjung Unubo (Honshu), sehingga spesies ikan air dingin dan air hangat melimpah dilepas pantai Jepang.
Ikan bonito ditangkap di perairan Arus Kuroshio dari musim dingin sampai awal musim panas, dan ikan saury ditangkap di Arus Oyashio dari akhir musim panas sampai musim gugur. Spesies ikan air dingin seperti ikan cod, ikan salem, dan ikan trout-laut ditangkap di lepas pantai Hokkaido".
Laut Okhotsk dahulu merupakan sumber utama untuk ikan air dingin, tetapi operasi pencarian ikan ke sana menjadi terbatas sejak Kep. Kuril dan Sakhalin selatan jatuh ke tangan Uni Soviet (tahun 1945). Jepang, di samping Uni Soviet, masih menjadi negara pemburu ikan paus dan enggan menghentikan operasinya, meskipun ada bahaya musnahnya berbagai spesies ikan paus, sebagaimana tampak dari turunnya hasil tangkapan sebesar 50 persen (dari 20.000 sampai 10.000 ekor) antara tahun 1965 dan 1974.
Usaha untuk merasionalisasikan industri ikan, dengan tekanan pada penangkapan ikan di laut dalam dan bukan di lepas pantai, ternyata belum juga berhasil menghentikan merosotnya industri ini, meskipun hasil tangkapan ikan tahunan cukup besar (12677000 ton pada tahun 1986).
Penambangan Jepang
Jepang miskin akan sumber mineral, sehingga industrinya sangat tergantung pada bahan mentah dan bahan bakar impor. Tambang batu bara terus merosot. Lebih dari 800 pertambangan telah ditutup sejak tahun 1955, dan hasilnya pada tahun 1986 hanya sekitar 16 juta ton, tidak sebanding sa. ma sekali dengan kebutuhannya sebesar 106 juta ton lebih. Batu bara sebagian besar bermutu rendah, sehingga untuk industri bajanya Jepang harus mengimpor batu bara dari Amerika Serikat, Australia, dan Uni Soviet. Bijih besi juga harus diimpor, karena hasil tambangnya sangat sedikit (338.000 ton pada tahun 1986).
Mineral lain, di antaranya timah, seng, mangan, tungsten, antimon, dan krom, kalaupun ada, sama sekali tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya; hanya kebutuhan akan belerang yang dapat dipenuhi sendiri. Dulu ladang minyak di Honshu utara mampu menghasilkan sekitar 2 persen dari kebutuhannya, tetapi angka ini pun terus merosot.
Industri Jepang
Perkembangan Jepang sebagai negara industri sudah mulai dalam tahun 1880an dengan berdirinya pabrik benang kapas dan tekstil. Sejak semula, perusahaan negara menempati kedudukan yang penting, dan dukungan pemerintah di sektor industri masih merupakan ciri utama perekonomian Jepang.
Dalam tahun 1905, industri telah mulai berkembang dengan kekuatan sendiri. Setelah Taiwan dan Korea dikuasai, pasaran barang-barang Jepang makin luas. Perang Dunia I memberi kesempatan bagi Jepang untuk memasuki pasaran yang ditinggalkan Inggris dan negara-negara Barat lain di timur jauh.
Tahun 1920-an merupakan masa konsolidasi dan rasionalisasi. Selama masa ini, ekonomi berhasil dikuasai oleh zaibatsu, yakni kelompok perusahaan raksasa, seperti Mitsubishi, Mitsui, dan Sumitomo. Penyerbuan ke Manchuria (1931), dan kemudian ke Cina, mengakibatkan permintaan akan mesiu dan perlengkapan perang melonjak.
Hal ini men gubah struktur industri Jepang. Tekstil menjadi kurang penting. Mesin, produk logam, dan bahan kimia melonjak tinggi. Meskipun Perang Dunia II menghancurkan sejumlah daerah industri di Jepang, masih banyak pabrik yang selamat di daerah pantai. Pabrik-pabrik ini, dengan tenaga terampil di bidang rekayasa dan sejumlah industri berat lain, merupakan warisan yang tak ternilai harganya dari tahun-tahun selama peperangan.
Kekuasaan negara atas ekonomi tidak pernah istimewa di Jepang, tetapi bantuan pemerintah terhadap industrinya memang sangat menentukan. Selama tahun-tahun pasca perang, pemerintah memberikan subsidi, pine jaman berbunga rendah, dan rencana ekonomi yang sangat efektif, sambil menggunakan kebijaksanaan moneter secara terampil untuk mengendalikan laju perkembangan ekonominya.
Transportasi Jepang
Jaringan jalan kereta api Jepang dibangun untuk pertama kali dalam tahun 1870-an. Dalam tahun 1900, rute utama dioperasikan oleh perusahaan pemerintah, yakni Perusahaan Kereta Api Nasional Jepang, sementara jalur-jalur lain dikelola oleh swasta. Jaringan kereta apinya mencakup Kereta Api Tokaido Baru, salah satu jaringan kereta api yang memberikan pelayanan tercepat di dunia. Tokyo-Osaka sejauh 515 km, misalnya, dapat ditempuh hanya dalam waktu 3 jam 10 menit. Kini Jepang memiliki jaringan jalan kereta api sepanjang 26.564 km.
Kereta api monorel mulai digunakan Jepang pada tahun 1964 merupakan salah satu jaringan kereta api tercepat di dunia. |
Dalam rangka meningkatkan hubungan antarpulau, dibangun berbagai sarana transportasi. Sebuah terowongan jalan raya menghubungkan P. Honshu dan P. KyUshfl. Terowongan Seikan, yang panjangnya 54 km, menghubungkan P. Honshu dan P. Hokkaido. Dan sebuah jembatan sepanjang 1.068 km sekarang menghubungkan P. Honshu dan P. KyUshii.
Kereta api peluru, salah satu kereta penumpang tercepat di dunia yang dibuat dan digunakan di Negara Jepang. |
Dalam tahun 1986, armada niaga Jepang sudah mencapai sepuluh ribu kapal besar, dengan ukuran muatan sampai lebih dari 59,9 juta ton, dan tercatat sebagai armada niaga terbesar ke-2 di dunia. Pelayaran pantai juga penting di antara pelabuhan-pelabuhan di pantai Samudera Pasifik dan di pantai-pantai lain.
Perusahaan penerbangan Jepang (JAL) memberikan pelayanan internasional dan, bersama-sama dengan keempat perusahaan penerbangan lain, melayani penerbangan domestik secara teratur antara 65 bandar udara. Bandar udara utamanya ada di Tokyo dan Osaka.
Industri perkapalan di Jepang merupakan salah satu yang terbesar di dunia, dari gambar tersebut tampak kapal berukuran raksasa dalam proses penyelesaian. |
Perdagangan internasional Jepang
Jepang sangat tergantung pada perdagangan dengan luar negeri, sehingga mudah terpengaruh oleh depresi perdagangan dunia. Ekspor utamanya meliputi mesin, alat-alat transportasi, produk-produk logam, tekstil, dan bahan-bahan kimia. Impor terdiri dari minyak dan bahan bakar lain, bahan makanan, mesin, dan bahan mentah industri.
Jepang berdagang dengan banyak negara di dunia. Sampai sekarang, rekan dagangnya yang paling penting masih tetap Amerika Serikat, yang dalam tahun 1986 menerima 38 persen dari ekspornya dan memasok 23 persen dari impornya.