10 Krisis Moneter Terburuk di Dunia yang perlu anda ketahui
Per 24 Agustus 2015, Rupiah makin terpuruk di kisaran Rp. 14.000,- per Dollar AS. Harapan banyak orang terhadap pemerintahan baru untuk dapat menjaga stabilitas ekonomi Indonesia kini semakin tipis.
Semua harap-harap cemas, takut krisis moneter yang menimpa Indonesia pada 1997-1998 yang lalu akan terulang kembali, karena pada setiap krisis moneter biasanya dimulai dengan terpuruknya nilai tukar uang. Dan Sistem ekonomi kapitalis akan menggiringnya ke dalam jurang moneter yang dalam.
Munculnya kapitalisme sebagai sistem ekonomi yang dominan di seluruh dunia telah membuat banyak orang mendapat manfaat dengan peningkatan standar hidup dan kemakmuran. Tapi ternyata, ada sesuatu yang salah dengan sistem ini. Dan saat kelemahan sistem ini mencuat, efeknya bisa menjadi brutal.
Pasar moneter tampaknya memiliki unsur emosional khas. Mereka bisa grogi, panik dan menjadi tidak rasional. Dan jika terlalu banyak orang yang terhanyut pada emosi moneter ini, akan meledak menjadi sebuah krisis dan situasi ini terus berulang sepanjang sejarah. Berikut 10 krisis moneter terburuk yang pernah terjadi dalam sejarah.
1. “Dekade yang Hilang” dari Jepang, 1990-2000
Runtuhnya gelembung aset (asset bubble) di Jepang pada tahun 1991 menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang rendah dan berkepanjangan hingga tahun 2000. Penyebab sebenarnya dari krisis ini adalah akibat tidak sehatnya spekulasi, tingginya angka kredit dan rendahnya tingkat suku bunga.
Ketika pemerintah mencoba untuk mengendalikannya, kredit semakin sulit didapat, dan penyertaan modal turun drastis. Inilah yang menyebabkan melemahnya ekspansi ekonomi sepanjang tahun 1990an, menjadikannya satu dekade yang hilang.
Jepang beruntung dapat menghindari depresi, tapi efek di tahun 1991 tersebut masih terasa sampai hari ini. Beberapa pengamat meyakini kejadian ini akan terulang pada dunia barat bila sistem ekonominya tidak segera dibenahi.
2. Kepanikan Bank, 1907
Kepanikan pada tahun 1907 terjadi karena terjun bebasnya pasar saham Dow lebih dari 50% dibanding tahun sebelumnya. Pemicunya adalah over-ekspansi dan spekulasi pasar yang buruk. Pasar saham jatuh pada Maret dan terulang kembali pada bulan Oktober, menyebabkan hilangnya kepercayaan pada Bank disusul bangkrutnya Bank Amerika Utara.
Departemen Keuangan AS dengan bantuan luar biasa dari JP Morgan kemudian membuat suatu “pengarahan” moneter yang kreatif. Pada Februari 1908 kepercayaan publik mulai pulih dan pada Mei Kongress menyetujui Undang-undang Aldrich-Vreeland Act dan membentuk Komisi Moneter Nasional untuk meredam setiap kepanikan pasar yang akan terjadi di masa datang.
3. Senin Hitam (Black Monday), 1987
Suasana Pasar Saham New York pada Black Monday 1987
Tidak ada yang tahu pasti apa yang menyebabkan terjadinya Senin Hitam pada 19 Oktober 1987. Yang pasti adalah tiba-tiba hilangnya miliaran dolar dari pasar saham seluruh dunia. Hong Kong kehilangan 45,8% dari total nilai sahamnya, Inggris kehilangan 26,4%, Australia lenyap 41,8% dan Selandia Baru drop hingga 60%.
Berapa orang meyakini kejadian ini bakal terulang di masa datang. Perdagangan program, perselisihan kebijakan moneter serta kekhawatiran akan inflasi, semuanya ditengarai menjadi penyebabnya. Bahkan kepanikan pasar bisa saja datang tiba-tiba tanpa sebab yang jelas dan rasional. Akibat yang pasti adalah akan kembali lenyapnya banyak uang tanpa jejak.
4. Krisis Rubel, 1998
Korupsi, kebijakan reformasi ekonomi yang tidak efektif, devaluasi nilai Rubel, dan ketidakstabilan politik membawa Rusia kedalam krisis moneter yang masif. Selain itu, posisi Rusia sebagai eksportir sepertiga dari jumlah minyak dan gas di dunia, menyebabkan Rusia sangat rentan terhadap terjadinya fluktuasi harga minyak.
Ketika investor asing menarik uangnya keluar Rusia, Bank menjadi lumpuh dan dengan terpaksa meminjam pada IMF. Dan semua tahu, meminjam kepada IMF sama sekali tidak efektif. Imbal hasil obligasi tahunan secara mengejutkan meningkat sebesar 200%. Krisis ini juga menghantam pasar saham Dow, pasar saham ini mengalami penurunan nilai terendah sepanjang sejarah.
5. Krisis Moneter Asia Tenggara, 1997
Awalnya perkembangan luar biasa di Asia disebut sebagai “Keajaiban Ekonomi Asia”. Banyak pengamat menyebut Macan dan Naga Asia sedang bangkit dan akan segera menggantikan dominasi ekonomi barat. Namun tak butuh waktu lama untuk membalikkan pujian tersebut menjadi bencana besar, dimulai pada Bulan Juli 1997.
Ini berawal dari hilangnya kepercayaan investor pada mata uang Asia. Tingginya imbal balik membuat pasar Asia sebenarnya menarik, tapi ketika AS mencoba untuk mengatasi resesinya sendiri dengan ikut menurunkan tingkat suku bunga, membuat investor lebih tertarik pada Amerika, dan memandang pasar Asia terlalu beresiko.
Lalu terjadilah efek domino, dimulai dari Thailand dan meluas ke Filipina, Hong Kong, Malaysia dan Indonesia dan terus menyebar hingga memicu krisis global. Pasar saham Thailand terkoreksi 75%, Hong Kong 23% dan Singapura anjlok hingga 60%.
Tak satupun pasar dunia yang tidak terimbas. Nilai tukar Rupiah terdevaluasi hingga 90%, pertumbuhan ekonomi Indonesia minus 13,7%, harga makanan melambung sampai 118% dan inflasi mencapai 78%.
Krisis moneter inilah yang memicu terjadinya kerusuhan massa pada Mei 1998, yang akhirnya melengserkan kekuasaan Suharto dari kursi kepresidenan yang telah di genggamnya selama 32 tahun.
Baca juga: 6 Perang Terbesar dalam Sejarah Dunia yang jarang diketahui
6. Krisis Utang Sovereign Eropa, 2009 Hingga Kini
Inilah krisis terkini di daftar ini, dan tak ada seorang pun yang tahu, kapan atau bagaimana krisis ini akan berakhir. Saat ini pasar makin khawatir terhadap kemampuan negara-negara, khususnya Yunani, Irlandia, Spanyol, Portugal, dan Italia, untuk membayar utang mereka. Keterlibatan Bank-bank Internasional yang terus memberi utang terhadap negara-negara ini diduga bertanggung jawab atas semakin jatuhnya pasar.
Akibat dari data ekonomi yang buruk, pertumbuhan rendah dan utang yang besar membuat krisis ini masih berpotensi untuk terus membesar.
7. Krisis Minyak, 1973
Di bayang-bayangi oleh Perang Yom Kippur antara Suriah dan Mesir melawan Israel, OPEC menjadikan minyak sebagai senjata dengan cara melakukan embargo Minyak terhadap pihak yang mendukung Israel. Biaya minyak mentah meningkat sementara produksi dipangkas, terutama untuk AS dan Belanda.
Embargo hanya berlangsung selama lima bulan, namun efeknya terus dirasakan hingga kini. Pasar Saham New York kehilangan hingga 97 miliar Dolar AS. Produsen mobil jepang mulai membuat mobil dengan ukuran kecil, dan AS memberlakukan pembatasan kecepatan maksimum 55 mil/jam untuk penghematan BBM. Presiden Carter akhirnya membentuk Departemen Energi untuk mengembangkan cadangan minyak negara tersebut.
8. Resesi Hebat, 2008
Pada tahun 2008, bangkrutnya Bank Lehman Brothers yang memiliki aset bernilai 600 miliar dolar, menjadi simbol dimulainya krisis moneter paling dramatis sejak masa Depresi Hebat. Penyebabnya berkaitan dengan dideregulasinya beberapa kebijakan sektor keuangan, kebijakan moneter yang buruk dan runtuhnya ekonomi internasional akibat tingkat hutang yang tinggi di sektor publik dan swasta.
Efek yang disebabkan krisis ini begitu hebat. Meskipun Pemerintah AS berjuang untuk mengatasi krisis tetap saja terjadi kredit macet, runtuhnya pasar saham dan pertumbuhan melambat yang menyebabkan jumlah pengangguran membludak dan banyak orang harus kehilangan rumah akibat tidak mampu membayar kreditnya. Diperkirakan hingga Maret 2009, 45% dari kekayaan global telah lenyap, dan butuh waktu bertahun-tahun untuk mengembalikannya.
9. Hiperinflasi Jerman, 1918-1924
Meskipun hiperinflasi yang melanda Jerman bukanlah yang terburuk dalam sejarah, tapi memiliki dampak yang paling hebat.
Pada tahun 1914, nilai tukar Dolar AS terhadap Mark Jerman sekitar 1 berbanding 4. Namun pada 1923, angka tersebut meledak hingga menjadi 1 Dolar AS setara dengan 1 triliun (1.000.000.000.000) Mark Jerman.
Sebagai buntut dari Perang Dunia Pertama, “sang pemenang” membebankan biaya rekonstruksi akibat perang kepada Jerman, nilainya mencapai sepertiga dari seluruh defisit anggaran Jerman. Beberapa pihak menuduh Jerman sengaja menyabotase ekonominya sendiri untuk menghindari kewajiban pembayaran tersebut.
Dengan memperkenalkan jenis baru mata uang pada tahun 1923, yang Rentenmark, diikuti kemudian Reichsmark pada tahun 1924, Jerman akhirnya dapat mengontrol inflasi tersebut. Tapi periode ini hampir pasti penting dalam kebangkitan Sosialisme Nasional dan menjadi jalan bagi sejarah kelam yang lebih mengerikan; lahirnya NAZI.
10. The Great Depression (Depresi Hebat)
The Great Depression adalah depresi terpanjang dan paling parah dalam sejarah ekonomi global, berlangsung selama hampir seluruh periode antara tahun 1929 hingga pecahnya Perang Dunia II. Ini bertolak belakang dengan fakta bahwa pada tahun 1920-an, ekonomi dunia meningkat pesat, menjadi masa kemakmuran dan kejayaan yang sangat mencolok, namun dengan terjadinya depresi, menciptakan kemiskinan masif dengan seketika.
Awal periode ini ditandai dengan terpuruknya bursa Wall Street, yang menjadikannya sebagai keruntuhan paling dahsyat dalam sejarah pasar saham. Pada tanggal 29 Oktober 1929, 10 milyar Dollar AS (nilainya sekitar $95 milyar saat ini) lenyap ditelan bumi.
Pada tahun-tahun menjelang Selasa Hitam (Black Tuesday), di bursa saham Dow terlahir jutawan yang jumlahnya tak terhitung. Pasar saham menjadi hobi bagi investor bodoh, yang siap menggelontorkan uang mereka untuk membeli saham perusahaan (yang ternyata banyak yang fiktif) tanpa mempelajari rekam jejaknya.
Ibu ini baru saja menjual tenda tempat bernaung dan ban mobilnya untuk membeli makanan bagi 7 anaknya. kebingungan di wajahnya menjadi bukti kejamnya The Great Depression.
Begitu pemerintah menaikkan tingkat suku bunga, kepanikan terjadi. Investor yang putus asa segera menjual saham mereka, tapi saham mereka ternyata sudah tidak bernilai lagi. Lebih parah lagi, Bank juga ternyata bermain saham, dan ini membuat banyak bank menjadi bangkrut. Amerika akhirnya masuk dalam masa depresi hebat dan banyak negara dunia lainnya bernasib sama.
Kota-kota besar di seluruh dunia terpukul, terutama kota yang pendapatannya bergantung pada industri berat. Kegiatan pembangunan gedung-gedung terhenti. Wilayah pedesaan yang hidup dari hasil pertanian juga tak luput terkena dampaknya karena harga produk pertanian turun 40 hingga 60 persen. Begitu pula dengan sektor primer lain seperti pertambangan dan perhutanan.
Tapi yang paling parah terkena dampaknya adalah masyarakat. Tabungan mereka lenyap seiring bangkrutnya Bank, pengangguran merajalela dan banyak orang kaya berubah jadi gelandangan.
Baca juga: 5 Perang Terbesar yang pernah terjadi di Indonesia
Sumber: tipsiana.com