Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Candi Sawentar di kota Blitar dengan bentangan alamnya yang sangat indah

Ada sebuah candi yang terkenal sebagai tempat tamasya raja-raja. Termasuk Raja Hayam Wuruk di masa keemasan Majapahit. Yakni Candi Sawentar di kota Blitar.

Candi Sawentar terletak di Desa Sawentar. Desa ini secara administratif masuk wilayah Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar. Sejalan dengan adanya sistem pemerintahan otonomi daerah, segala pengelolaan dan tanggung jawab kelestarian Candi Sawentar dan lingkungannya berada pada pemerintah Kabupaten Blitar. Sedangkan secara teknis arkeologis Candi Sawentar menjadi tanggung jawab Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur di Trowulan.

Jika anda tertarik mengunjungi tempat ini silahkan telusuri melalui Peta Blitar lengkap 25 kecamatan

Candi Sawentar di kota Blitar

Sebuah bangunan sejarah yang kita kunjungi dibangun kira-kira sezaman saat wabah wabah hitam memusnahkan dua pertiga penduduk Eropa.

Gerimis tipis muncul sejenak ketika kami sampai di sini. Untunglah gerimis itu segera berlalu. Loka ini bersih terawat dan sangat indah. Saya tidak menyangka akan menemukan candi semegah ini di daerah yang...‘yah boleh dibilang jauh dari kota.

Bangunannya megah, Teman-teman bisa perhatikan, tinggi menjulang 10 meter lebih. Namun yang terlihat ini sebenarnya ‘lho bangunan yang sudah tidak utuh. Coba perhatikan, bagian atapnya runtuh. Seandainya masih lengkap pasti lebih tinggi lagi.

Jadi, menarik sekali bahwa kita hari ini ada di Candi Sawentar. Bahwa ini seperti peralihan candi gaya Jawa tengah menuju Jawa Timur. Sayangnya arcanya sudah tidak ada. Sekilas langsung terlihat candi ini beraliran Siwa. Misalnya kalau kita melihat ke bagian garba, atau ruang utama candi, kalau kita intip di sela-sela tutupnya, karena pintu ini ditutup ‘ya.

Akan terlihat adanya yoni atau simbol feminim. Dalam konsep aliran Siwa, batu yoni ini seharusnya berpasangan dengan batu lingga, yakni simbol maskulinitas, dimana keduanya melambangkan kesuburan, kesempurnaan, dan semesta paripurna. Selain yoni yang kita lihat tadi, tidak ada arca lain yang tersisa di candi ini.

Candi-candi Hindu di Jawa tidak hanya merupakan perwujudan dewa, namun juga replika dari alam semesta yang disimbolkan dengan Gunung Mahameru. Setiap hari Gunung Mahameru dilintasi oleh matahari. Logis ‘ya.

Yang disimbolkan Dewa Surya, atau dewa matahari. Kalau di Yunani mungkin namanya Dewa Helios. Dewa Surya ini bertugas menerangi dunia. Nah, di dalam konteks candi sebagai perwujudan Gunung Mahameru, Maka di atap di sisi dalam candi biasanya akan ditemukan relief Dewa Surya sebagai penerang kosmologi candi.

Misalnya ini ‘nih, Ini adalah Dewa Surya di Candi Jawi. Teman-teman perhatikan, mewah berkuda ‘ya dengan latar matahari. Nah, sementara yang ini adalah Dewa Surya di Candi Sawentar ini, 

Mari teman-teman perhatikan, Dia mengendarai seekor kuda yang telinganya, kalau diperhatikan, mirip keledai. Kadang-kadang sosok matahari ini dibuat tanpa Dewa Surya, Seperti pada Candi Penataran ini, 

Nah teman-teman bisa perhatikan ‘ya. Matahari tanpa Dewa Surya kadang-kadang diterjemahkan oleh beberapa arkeolog sebagai Surya Majapahit. Dan dijadikan alasan menduga sebuah candi dibangun di masa kerajaan Majapahit.

Bagi saya pribadi jelas ini adalah Dewa Surya, bukan simbol Majapahit. Seandainya lengkap, maka di sini seharusnya ada arca Durga Mahesasuramardini. Untuk mengetahui lebih jauh tentang Durga Mahesasuramardini.

Nah, dua bilik ini, yang di depan candi, seharusnya terdapat arca Nandiswara dan Mahakala. Pasangan penjaga pintu untuk candi-candi beraliran Siwa.

Selain arca Nandiswara dan Mahakala tadi, Ada juga arca Agastya Siwamahaguru di sisi selatan ini. Seharusnya! Seandainya arcanya ditemukan. Ini adalah aspek Siwa sebagai pengajar spiritual.

Nah, di sini seharusnya ada arca Ganesya. Teman-teman sudah tahu ya, Yakni dewa berkepala gajah. Boleh dibilang arca ini sangat populer ‘ya dimana-mana Baik di India, hingga ke Bali

Secara keseluruhan, candi ini terbuat dari batu andesit. Tidak ada relief yang ditemukan di candi ini, Selain relief Garudeya di yoni yang kita lihat tadi. Perhatikan, tangga menuju bangunan candi diapit dua kepala naga. Sayangnya, sudah rusak.

Tapi yah, tidak ada yang tahu pasti siapa dalang kerusakan ini. Kalau teman-teman perhatikan ya, Kerusakan ini telah menghilangkan bentuknya. Namun jangan menyerah ‘ya. Kita masih bisa melihat bentuknya yang asli seandainya utuh.

Melalui perbandingan, atau komparasi. Seandainya utuh, Bentuknya pasti akan mirip kepala naga 

dari Candi Kidal di daerah Malang. Jarak antara Candi Kidal dan Candi Sawentar adalah dua jam berkendara. Kedua candi ini, yakni Candi Kidal dan Candi Sawentar, memiliki konsep yang sangat mirip. 

Perhatikan juga kalamakara yang di depan itu ‘ya. juga mengalami kerusakan. Kalamakara adalah hal menonjol yang teman-teman perhatikan dari sebuah candi. Kalamakara adalah hiasan berbentuk wajah roh jahat.

Anda akan sering melihat hiasan ini di candi-candi Indonesia. Yang berfungsi untuk menangkal energi jahat, atau nasib buruk. Saya bertanya-tanya, mengapa kalamakara di Candi Sawentar ini hilang. Sangat tidak mungkin jika arca itu lepas.

Sebab seperti teman-teman perhatikan ya. Candi ini nggak runtuh. Kedua, kalamakara memiliki pengunci dan mustahil lepas begitu saja. Kita bisa melihat pengunci kalamakara, misalnya, di Candi Simping yang hanya akan lepas jika bangunan candi runtuh parah.

Untuk candi Simping, silakan klik tautan di atas ya. Atau lihat link yang ada di caption. Jadi, saya secara pribadi meyakini kerusakan kalamakara ini juga bukan secara alami. Nah, yuk perhatikan bagian halaman candi.

Di halaman candi terdapat sederet batu yang mungkin saja sisa aling-aling, atau tembok pembatas yang dibangun di depan sebuah candi aling-aling berfungsi sebagai penghias, sekaligus penangkal energi jahat.

Teman-teman masih bisa menemukan aling-aling ini di beberapa pura di Bali. Sampai sejauh ini, tak ada yang tahu pasti kapan dan oleh siapa candi ini dibangun.

Ada yang berpendapat candi ini adalah tempat pendharmaan Raja Hayam Wuruk. Berdasar ukiran sayap ayam ini yang berkonotasi dengan nama sang raja, yakni “hayam”

Namun saya pribadi berpendapat, ini tidak masuk akal, karena Kakawin Negarakertagama menyebutkan Raja Hayam Wuruk sudah mengunjungi kompleks ini semasa hidupnya.

Jadi nggak masuk akal ya bagaimana bisa kompleks ini sudah ada sementara raja yang didharmakan di sini masih hidup. Dan lagi, jika kita membuat perbandingan dengan Candi Kidal, Jelas ukiran ini adalah sayap naga, bukan sayap ayam.

Terlihat ya, sayap naga melindungi miniatur candi. Ini miniatur Sawentar. Atau boleh dibilang potret dari masa lalu seandainya Candi Sawentar masih utuh. Nah, konsep sayap naga, atau naga bersayap ini, juga kita temukan di Candi Penataran.

Masih di kota yang sama, yakni Blitar. Pendapat lain mengatakan candi ini adalah pendarmaan Singhawardhana Bhre Paguhan. Berdasar pemberitaan Serat Pararaton, bahwa sang penguasa dimakamkan di suatu tempat bernama Sabyantara.

Nama ini diduga perubahan dari nama Sawyantara, atau Sawentar. Namun bagi saya pribadi, Saya lebih meyakini bahwa kemungkinan besar candi ini dibangun lebih tua lagi, di masa kerajaan Singhasari, karena bagi saya terlihat sekali kesamaan konsep dan bentuk bangunan Candi Kidal dengan Candi Sawentar.

Candi Kidal sendiri dibangun pada masa Kerajaan Singhasari di abad ke-13 di wilayah Malang. Ketika ditemukan pertama kali, separuh badan candi ini terkubur. Kira-kira sebatas ini. Perhatikan ya, teman-teman.

Setelah digali bagian bawahnya, ternyata bangunannya sangat megah. Pertanyaannya, mengapa candi ini terkubur? Apakah sengaja dikubur? No! Tidak!

Terkuburnya candi ini disebabkan abu vulkanik Gunung Kelud. Karena daerah Blitar memang masuk dalam jalur erupsi Gunung Kelud. Nah, teman-teman perhatikan ya. Tanah ini adalah permukaan asli zaman Majapahit saat dahulu dikunjungi oleh Raja Hayam Wuruk.

Sementara yang ini adalah permukaan yang sekarang. Jadi sebenarnya masyarakat di sekitar Candi Sawentar hidup di atas tanah hasil timbunan abu vulkanik, yang memiliki tingkat kesuburan yang tinggi.

Melihat tingginya selisih dua permukaan ini, bisa dibayangkan permukaan abad-14 berada jauh di bawah tanah. Fakta ini menyeret saya pada asumsi yang menarik

Seandainya wilayah ini adalah sebuah kompleks kuno, berarti ada semacam “the lost civilization”, atau sebuah peradaban yang tersembunyi di bawah tanah. Benar ndak sih seperti itu? Jika raja sebesar Hayam Wuruk, yang menguasai negara kepulauan terbesar di Asia Tenggara mau menyempatkan diri bertamasya ke tempat ini,

Bagi saya besar kemungkinan wilayah ini adalah sebuah kompleks percandian yang luas dan indah. Dengan asumsi ini, mungkinkah kita menemukan percandian tersembunyi di bawah tanah, tak jauh dari sini? Jawabnya mengejutkan.

Hanya berjarak 500 meter dari Candi Sawentar ini, ditemukan situs lain, yakni reruntuhan candi yang terkubur di bawah permukaan tanah. Penemuan ini masih dalam proses ekskavasi. Ingat ya, teman-teman, karena masih dalam proses ekskavasi, untuk memasukinya, kita harus punya surat izin dari yang berwenang.

Karena masih belum diidentifikasi, orang-orang menyebut candi ini dengan nama Candi Sawentar 2. Kita sekarang ada di Candi Sawentar 2. Jaraknya tidak terlalu jauh dari Sawentar 1. Hanya berapa meter. Dan candi ini baru ditemukan, tersembunyi di bawah tanah. Di sini sedikit sekali ya, ada dua tempat.

Menarik sekali bahwa kota Blitar ini banyak sekali ditemukan barang-barang purbakala. Penemuan-penemuan candi, atau petilasan-petilasan, banyak sekali.

Bahkan ini pun tersembunyi di bawah tanah. Saya merasa kok masih banyak lagi yang perlu digali ya.

Dan masih banyak lagi tinggalan yang mungkin ke depan akan memperkaya kota Blitar. Sungguh menyenangkan saya bisa mengunjungi wilayah Sawentar ini. Dan melihat bangunan kuno yang ada di dalamnya.

Keberadaan percandian ini membuktikan bahwa wilayah Candi Sawentar adalah sebuah kompleks kuno yang luas. Yang mungkin saja, masih dugaan, penuh dengan peninggalan-peninggalan kuno.

Namun semua itu,Sepertinya masih tersembunyi dari dunia nyata Masih terkubur di bawah tanah. Dan menunggu untuk kita ditemukan.

Sumber: ASISI channel


Baca juga: Candi Songgoriti yang pernah diajukan sebagai salah satu keajaiban dunia

Supriyadi Pro
Supriyadi Pro Nama asli saya Supriyadi dan populer Supriyadi Pro. Saya seorang Expert wordpress developer freelancer, content writer, editor. Memiliki minat besar pada dunia teknologi, sains, seni budaya, social media, dan blogging. Saya kelahiran suku Jawa, di Wonogiri, Jawa Tengah yang ahli bahasa Jawa dan seni gamelan. Silahkan hubungi saya lewat laman yang telah disediakan atau kunjungi website profil saya di https://supriyadipro.com