Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Perjalanan bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan

Sumpah Pemuda yang dicetuskan para pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 merupakan tonggak sejarah yang amat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan bahasa Indonesia. Sejak saat itu bahasa Melayu atau bahasa Indonesia diresmikan sebagai bahasa persatuan.

Sebagai bahasa persatuan, bahasa Indonesia telah berhasil mempersatukan suku-suku bangsa yang menggunakan bermacam-macam bahasa daerah yang ada di Indonesia. Perkembangan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia tidak dengan sendirinya, melainkan diperjuangkan oleh berbagai pihak, antara lain sebagai berikut :

Usaha Dewan Rakyat atau Volksraad

Pada bulan Mei 1918 Pemerintah Hindia Belanda melantik Dewan Rakyat atau Volksraad dan mengharuskan para anggotanya untuk menggunakan bahasa Belanda dalam perundingan. Sebagain besar anggota Dewan Rakyat berkebangsaan Indonesia mengusulkan kepada Ratu Belanda agar mengubah ketetapan di atas.

Gambar Teks sumpah pemuda
Gambar Teks sumpah pemuda

Akhirnya, pada tanggal 25 Juni 1918 Ratu Belanda mengizinkan pemakaian bahasa Melayu atau bahasa Indonesia dalam perundingan-perundingan dan rapat-rapat.

Usaha kalangan persuratkabaran

Beberapa surat kabar yang terbit pada saat itu, seperti Bianglala, Kaum Muda Pembangunan, Permata Deli, dan Suara Umum ikut berperan dalam menyebarluaskan pemakaian bahasa Melayu.

Di samping itu, nama-nama wartawan, seperti Dr.A.Rivai, H. Agus Salim, Adi Negoro, Muhamad Yamin dan Mr. Sumanang sangat berperan dalam menyebarluaskan pemakaian bahasa Indonesia (Melayu).

Usaha Balai Pustaka

Pada tanggal 14 September 1908 pemerintah Hindia Belanda mendirikan Komisi Bacaan Rakyat ata Commissie Voor de Volkslectuur di bawah pimpinan Dr.G.A.Y. Hazeu. Komisi ini bertugas menyelenggarakan bacaan rakyat dan mendirikan sekolah-sekolah untuk rakyat bumiputra. Bahasa yang digunakan dalam bacaaan dan sekolah-sekolah adalah bahasa Melayu dan bahasa daerah yang lain.

Pada tahun 1917 Komisi Bacaan Rakyat menjadi Balai Pustaka dengan tugas yang lebih luas, yaitu menerbitkan majalah-majalah, seperti Panji Pustaka dan Sari Pustaka yang berbahasa Melayu dan daerah, seperti bahasa Jawa, dan bahasa Sunda.

Pada tahun 1920 terbitlah buku roman yang pertama dan berbahasa Melayu, yaitu Azab dan Sengsara karangan Merari Siregar, dan pada tahun 1922 terbit roman Siti Nurbaya Karangan Marah Rusli. Selanjutnya terbit beberapa roman berbahasa Melayu yang lain.

Usaha organisasi Pemuda dan Organisasi Politik

Organisasi pemuda seperti Yong Sumatra, Yong Java, dan Yong Celebes setelah mengadakan kongres I pada tanggal 20 Mei tahun 1926 memutuskan untuk bersatu. Kemudian pada tanggal 28 Oktober 1928 organisasi-organisasi tersebut mengadakan kongres II di Jakarta dan berhasil mengikrarkan Sumpah Pemuda.

Bunyi ikrar Sumpah Pemuda bisa dibaca pada artikel sejarah : Perjuangan secara nonkooperasi Indonesia no. 4 tentang Pergerakan Pemuda.

Ikrar tersebut lebih bersifat politik, yaitu peresmian bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesiamelalui pidato dan rapat-rapat. Organisasi politik itu antara lain Budi Utomo, PNI, dan Parindra.

Usaha Pujangga Baru

Pujangga Baru yang didirikan pada tahun 1933 oleh para sastrawan yang bertujuan untuk membentuk kebudayaan Indonesia baru juga ikut berperan dalam mengembangkan bahasa Indonesia.

Melalui majalah Pujangga Baru bahasa Indonesia dikembangkan secara tidak langsung oleh para sastrawan di dalam karya-karyanya.

Usaha Pemerintah Pendudukan Jepang

Pendudukan jepang yang hanya berlangsung tiga tahun lebih, secara politis sangat merugikan bangsa Indonesia, tetapi dalam hal perkembangan bahasa Indonesia besar artinya.

Sejak pemerintahan Jepang berkuasa di Indonesia penggunaan Bahasa Belanda dilarang. Disamping itu, bahasa Jepang tidak dapat menggantikan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar maka pemerintah Jepang mengharuskan pemakaian bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari.

Melalui Kantor Pusat Kebudayaan atau Keimin Bunka Shidosho, yang didirikan pemerintah Jepang pada tanggal 1 April 1943, para sastrawan Indonesia berhasil mengelabuhi mata pemerintah pendudukan Jepang dengan menerbitkan beberapa karyanya yang bersifat simbolis, seperti :
  1. Tinjaulah Dunia Sana, karya Maria Amin.
  2. Taufan di Atas Asia, Intelek Istimewa dan Dewi Reni, karya Abu Hanifah.
  3. Radio Masyarakat karya Rosihan Anwar.
  4. Sedih dan Gembira, karya Usmar Ismail.
Supriyadi Pro
Supriyadi Pro Nama asli saya Supriyadi dan populer Supriyadi Pro. Saya seorang Expert wordpress developer freelancer, content writer, editor. Memiliki minat besar pada dunia teknologi, sains, seni budaya, social media, dan blogging. Saya kelahiran suku Jawa, di Wonogiri, Jawa Tengah yang ahli bahasa Jawa dan seni gamelan. Silahkan hubungi saya lewat laman yang telah disediakan atau kunjungi website profil saya di https://supriyadipro.com