Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Otonomi daerah dan munculnya Euforia kebebasan era reformasi

Otonomi daerah era reformasi - Era reformasi ditandai oleh bangkitnya demokrasi. Peran pemerintah pusat yang besar serta menjadi titik sentral yang menentukan gerak kehidupan daerah harus segera diakhiri. Oleh karena itu, lahirlah UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Undang-undang itu memberikan kewenangan luas kepada daerah untuk mengatur serta mengurus kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan prakarsa, aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

Seiring dengan perjalanan waktu, kebijakan tersebut menuai banyak persoalan. Persoalan-persoalan yang muncul antara lain masalah koordinasi antar daerah otonom tingkat provinsi dan kabupaten, munculnya raja-raja kecil di daerah yang cenderung mengabaikan nilai etik dalam berpolitik, sulitnya pengawasan daerah otonom dan lain sebagainya.

Kebijakan Otonomi Daerah

Pemerintah kemudian mengeluarkan kebijakan baru mengenai Otonomi Daerah, yaitu dengan pemberlakuan UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintahan Pusat dan Daerah.

Semangat yang terkandung dalam Undang-Undang tersebut tidak ditujukan untuk melakukan "resentralisasi" atas apa yang telah didesentralisasikan, namun lebih ditujukan untuk mengurangi dampak negatif dan menambah manfaat positif dari otonomi daerah sebagai salah satu agenda utama reformasi.
Peta Otonomi Daerah Indonesia
Peta Otonomi Daerah Indonesia

Munculnya Euforia kebebasan

Era reformasi adalah era keterbukaan untuk menyampaikan aspirasi dan pendapat terhadap perkembangan politik maupun kritik terhadap kinerja aparatur negara. Orde reformasi telah memberi peluang yang besar bagi masyarakat untuk ikut serta dalam memberikan tanggapan kritik terhadap pemerintah.

Hal ini disebabkan karena tidak ada lagi sistem yang mengekang kebebasan berpendapat dan berbicara, baik secara represif maupun preventif seperti halnya dalam masa pemerintahan Orde baru. Dengan adanya era keterbukaan dan kebebasan tersebut telah berdampak pada munculnya aksi-aksi unjuk rasa terhadap kinerja pemerintah.

Masa Awal Reformasi

Pada awal reformasi, setiap hari hampir terjadi aksi unjuk rasa. Unjuk rasa itu ditujukan hanya kepada pemerintah namun juga instansi lainnya yang dianggap tidak dapat dipercaya dan merugikan kepentingan masyarakat.

Namun, disinyalir ada sebagian dari aksi-aksi tidak murni dilakukan oleh pengunjuk rasa, melainkan hanya merupakan aksi yang mengemban kepentingan-kepentingan kelompok tertentu. Di antara para demonstran tersebut adalah orang-orang bayaran yang pada umumnya pengangguran yang jumlahnya semakin meningkat akibat badai krisis moneter yang melanda Indonesia saat itu.

Baca juga: Kebebasan pers Indonesia setelah reformasi

Reformasi sebagai era keterbukaan banyak dimaknai oleh masyarakat sebagai kebebasan yang berlebihan. Masyarakat terjebak oleh euforia kebebasan yang telah menimbulkan bahaya disintegrasi nasional dan sosial. Konflik-konflik di Ambon, Poso, Sambas, dan Sampit merupakan contoh gejolak sosial di daerah yang dapat menimbulkan disintegrasi nasional dan sosial.

Baca juga artikel yang membahas seputar reformasi serta pengaruh dan akibatnya pada artikel di bawah ini:
Supriyadi Pro
Supriyadi Pro Nama asli saya Supriyadi dan populer Supriyadi Pro. Saya seorang Expert wordpress developer freelancer, content writer, editor. Memiliki minat besar pada dunia teknologi, sains, seni budaya, social media, dan blogging. Saya kelahiran suku Jawa, di Wonogiri, Jawa Tengah yang ahli bahasa Jawa dan seni gamelan. Silahkan hubungi saya lewat laman yang telah disediakan atau kunjungi website profil saya di https://supriyadipro.com